Ini ceritaku saat hari kedua melaksanakan baksos di SD Kerten Kanisius, Klaten.
Kali ini aku jadi tim kreatifitas untuk kelas 4 membantu Ika. Berdua dengan Ika, kami menghendel kelas 4. Dari cerita-cerita yang kami dengar, kelas 4 ini terkenal nakal dan bandel. Aku makin penasaran seperti apa nakal dan bandel anak-anak kelas 4 ini.
Aku dan Ika masuk ke kelas setelah jam istirahat. Jadi, saat mereka istirahat, aku dan Ika menggunakan kesempatan ini untuk masuk ke dalam kelas terlebih dahulu sekedar melihat suasana dan ruangan kelasnya sebelum mengajar. Anak-anak kelas 4 terlihat manis-manis di luar kelas. Mereka mendekati kami dan bertanya banyak hal, seperti: "Mbak, ntar ngajar di kelas kami ya?" "Mbak, ntar ngapain aja sih di kelas?". Itulah salah satu dan salah dua pertanyaan dari mereka yang buat aku makin tak sabaran untuk berdinamika bersama mereka di kelas. Anak-anak yang lain cuma ngeliatin kami dengan pandangan yang aku sendiri tidak bisa deskripsikan, entah apa yang dipikiran mereka hanya Tuhan dan mereka yang tahu. Yang jelas, kesan pertama saat bertemu mereka di luar kelas jauh berbeda dengan cerita teman-teman dan guru-guru yang sudah mengajar di kelas 4. Tidak terlihat kesan nakal dan bandel, malah sikap mereka sangat manis dan itu membuat aku senang karena merasa diterima di kelas ini. Aku sudah membayangkan betapa menyenangkan belajar bersama mereka.
Bel berbunyi pertanda jam istirahat sudah usai dan saatnya mereka kembali belajar. Berhamburan mereka memasuki kelas masing-masing dengan berlarian. "Semangat banget sih mereka untuk belajar, sampai larian seperti itu," gumamku sambil tersenyum melihat anak-anak yang sebentar lagi akan main bersama aku dan Ika, berebutan masuk kelas.
Aku membayangkan kalau aku seperti mereka. Saat pergantian kelas atau pergantian mata kuliah, aku dengan semangat berlarian menuju ruang berikutnya untuk mengikuti kuliah selanjutnya. Namun, itu sepertinya mustahil. Berlarian seperti itu mungkin hanya terjadi saat telat masuk perkuliahan sang Dosen yang terkenal disiplin dan killer. Atau berebutan masuk kelas seperti itu hanya terjadi saat ujian doang, sampai-sampai ada yang rela terjepit di antara pintu masuk karena semua ingin menjadi orang pertama yang masuk ke dalam. Bukan karena semangat mengikuti ujian, tapi untuk mencari tempat duduk yang aman. Tempat duduk menentukan prestasi! Itulah kepercayaan yang dianut oleh pelajar jaman sekarang, dan akupun menganut kepercayaan itu. hehee
Kembali ke pembicaraan tentang anak kelas 4. Setelah penghuni kelas 4 sudah masuk semua, aku mulai mengajak mereka untuk memperhatikan aku dan Ika. Dan ternyata, gubrak!! Anak-anaknya pada gak ada yang dengerin kami berdua. Dengan susah payah aku sama Ika menenangkan kelas yang mendadak seperti pasar itu, namun usaha kami sia-sia. Aku dan Ika cuma saling berpandangan. Benar kata teman-teman, bahkan anak-anak ini berhasil mengelabui kami.
"Adik-adik, hari ini kita akan belajar sambil bermain ya. Kita akan belajar membuat jaring-jaring kubus dan balok," Aku dan Ika meneriakkan kalimat itu secara bergantian, namun mereka tetap saja acuh. Tidak patah semangat, aku dan Ika kembali mengkumandangkan kalimat yang sama, dan dalam kegaduhan itu aku berusaha berteriak lagi, "Nih kakak punya spidol, gunting, lem dan kertas karton. Kalian gambar jaring-jaringnya dulu di atas karton ya.." Anak-anak yang lain sudah diam setelah melihat aku dan Ika menunjukkan barang-barang bawaan kami.
"Nah sekarang kalian gambar di kertas karton ini (sambil menunjukkan kertas karton) sesuai dengan gambar di papan," Ika menggunakan kesempatan diamnya mereka yang cuma sedetik itu untuk memberikan instruksi.
"Untuk adik-adik yang punya spidol dan penggaris boleh di keluarkan," sambung Ika lagi. Saat Ika sedang memberikan instruksi penggunaan alat-alat intu, aku mulai membagikan kertas karton, spidol, lem serta gunting. kelas kembali gaduh.
"Mbak, aku mau yang warna merah," "Mbak, aku gak punya penggaris," "Mbak, aku belum dapat gunting," Mbak, tukar mbak aku gak suka orens aku maunya warna hijau." Teriakan mereka yang terdengar seperti lomba aduh suara tertinggi mendadak bikin kepalaku pusing. Ika juga sepertinya kesal di depan, karena anak-anak bukannya mendengarkan instruksi dari dia, malah teriak-teriak minta/tukar ini-itu. Kami terpaksa harus berjalan ke sana-sini meyerahkan/mengganti alat-alat sesuai yang mereka mau. Setelah semuanya habis terbagi, dan masing-masing mendapatkan semua bahan yang diperlukan sesuai selera masing-masing, suasana kembali membaik. Aku menarik napas legah.
"Mbak, ini gimana gambarnya, aku ora iso e mbak," Yudha, murid paling nakal dan bandel di kelas mulai membuat kegaduhan. Mendengar Yudha teriak, anak-anak yang lain ikutan gaduh. "Mbak, aku juga gak bisa nih, gimana sih caranya?"
Aku mendekati Yudha yang adalah biang keributan di kelas, dia terlihat malas dan tidak mau membuat garis seperti yang diajarin Ika.
"Yud, mana garisnya?" tanyaku ketika sampai di dekatnya. Bukannya jawab, Yudha malah pinda tempat duduk di sebelah temannya yang bernama Aji. Dia malah usilin Aji, dia menarik penggaris Aji yang sudah siap menggambar garis lurus. Spontan saja Aji teriak, "Yudhhaaaa!!!!!!"
Melihat itu, aku mendekati Yudha yang tertawa senang karena berhasil membuat kacau gambar garis lurus yang dibuat Aji.
"Yud, kamu gak usah gangguin Aji, mending kamu buat sendiri aja. Gampang kok, tinggal narik garis lurus aja." Kataku sambil meletakkan penggaris dan kertas karton di depannya. "Ah, malas ah!" Balasnya sambil menghindar.
Aku benar-benar kesal menghadapi murid yang satu ini. Nakal dan sangat acuh. Masih pusing aku membujuk si Yudha yang gak mau membuat garis lurus, anak-anak yang lain teriak minta diajarin. Aku membiarkan Yudha nerusin pekerjaannya dan membimbing anak-anak yang lain yang terlihat semangat mengikuti gambar di depan yaitu membuat jaring-jaring kubus dan balok. Baru beberapa menit aku menjauh darinya, Yudha sudah membuat ulah.
"Mbak, Yudha nih ngambil pensilku." Teriak Marsel. "Mbak, Yudha narik-narik penggaris aku lagi nih," Aji kembali bermasalah dengan penggarisnya. "Mbak, Yudha ngambil kertas karton aku," teriak yang lain.
Aku dan Ika kehabisan kata-kata. Kejahilan Yudha benar-benar buat kami kesal tingkat dewa. Setelah menenangkan anak-anak korban kejahilan Yudha, aku kembali mendekatinya dan menyuruh dia membuat garis lurus. Meskipun sadar bahwa ini yang kesekian kalinya aku menyuruh dia membuat garis lurus, namun dia masih saja acuh.
"Yud, kamu buat garis lurus dong, masak kamu kalah dari Aji. Lihat tuh Aji, dia gambar garis lurusnya rapi banget. Kamu mana? Bisa enggak?" Kataku dengan nada sedikit menantang.
Ternyata Yudha merasa tertantang, tanpa aku sadari dia menarik kertas karton dan mulai menggambar garis lurus. Dia melaksanakan tugasnya dengan baik, dan hasilnya membuat aku tersenyum puas. Dia menjadi anak pertama yang selesai membuat kubus, beberapa menit kemudian, seorang anak lagi berhasil membuat balok. Karena waktunya sudah habis dan masih banyak yang belum selesai, akhirnya tugas membuat balok dan kubus itu dilanjutkan di rumah masing-masing.
Satu hal yang membekas di hatiku saat mengajar di kelas 4 ini. Yudha, anak yang sangat jahil, berhasil membuat aku tersenyum. Rasa kesal yang tertahan di hati selama melihat tingkahya yang gak bisa diam dan selalu menimbulkan keributan seakan menghilang ketika dia berhasil menjadi orang pertama yang menyelesaikan tugasnya. Ternyata anak yang terlihat nakal, tidak seburuk yang kita lihat dan tidak separah yang kita bayangkan.