Kamis, 22 Maret 2018

Dia Hanya Singgah Sebentar, Lalu Akan Pergi Melanjutkan Tualangnya

Mungkin saat ini kamu menjadi orang yang patah semangat semenjak seseorang yang kamu harapkan sepenuh jiwa mematahkan hatimu dengan paksa. Itu wajar. Kamu boleh patah hati. Kamu boleh saja bersedih, jika ternyata yang kamu percaya, tidak setulus yang kamu kira. Kamu pikir dia bisa jadi teman melangkah. Kamu pikir dia bisa jadi pengimbang mencapai tujuan. Nyatanya, ia hanyalah seorang pengecut. Di tengah perjalanan, ia membiarkanmu sendiri, memilih pergi dan berkhianat. Meninggalkan semua kata-kata manis yang sangat pahit jika ditelan.

Kamu berusaha sekuat tenaga, namun kenangan-kenangan indah bersamanya kembali pulang. Kamu merasa setengah mati melepasnya. Nikmati saja hadirnya. Resapi rasa sedih itu. Jikapun menangis, menangislah. Luapkan segala sedihmu. Jangan paksakan diri untuk terlihat kuat. Terima dirimu yang tidak bisa melepasnya walau sudah tak diterima lagi. Bukan karena kamu pecundang, hanya saja dia memang bukan orang yang bersedia (lagi) mengakhiri tualang denganmu. Dia telah ciptakan tualangnya sendiri, dan sialnya itu bukan denganmu. 

Sakit? Jelas. Begitu amat perih. Namun tenangkan dirimu. Carilah tempat yang buatmu nyaman dan duduklah disitu sambil menikmati segelas kopi. Lalu merenunglah. Nikmati sapuan angin sepoi jika ia datang menghampirimu. Lalu kamu akan dibawah pada kenangan saat itu. 

Saat dia muncul sebagai pengkhianat dan kamu meledak dalam emosi yang besar. Kamu mempertanyakan kenapa dulu datang dan menaklukan hatimu dengan sikap dan kata-kata yang meyakinkan. Mengapa menciptakan begitu banyak kenangan indah jika memang tak punya niat mengakhiri tualang bersama. Dan untuk apa membahas masa depan jika tak ingin menua bersama. Lalu sekarang menjelma sebagai monster mengerikan dan menyiksa perasaan tanpa ampun. 

Hei, kuasai dirimu. Semua akan tetap terkendali. Kenangan itu boleh menghampirimu. Tapi jangan biarkan kenangan pahit itu merasukmu dengan gila. Sekarang, teguk lagi sisa kopimu itu. Lalu pejamkan mata dan tarik napas dalam-dalam kemudian lepaskan perlahan-lahan. Lepaskan sedihmu perlahan-lahan, lalu beri kesempatan logikamu untuk mengambil perannya. 

Terima dirimu kembali. Tidak usah memaksakan untuk memiliki hal yang tidak bersedia denganmu. Apa gunanya bertahan pada hal-hal yang tidak membuat nyaman? Saat waktunya sudah habis, semua seperti apel busuk, tidak akan baik jika dipaksakan untuk dinikmati. Sedih memang,  namun kamu harus bersyukur. Setidaknya Tuhan sangat baik padamu. Ia melepasmu dari seseorang yang tidak bertanggung jawab, yang memandang cinta dengan pikiran yang dangkal. Membebaskanmu dari sarang kemunafikan. 

Peecayalah, semua sudah memiliki jalannya masing-masing. Tidak perlu panjang lebar menjelaskan lagi. Dia tidak memilihmu, itu kenyataannya. Maka, sudahi galaumu. Walau harus tertatih, kamu harus belajar berhenti mengejarnya. Kamu harus menyadari bahwa ada beberapa hal dalam hidup ini yang memang hanya datang untuk melatihmu menjadi lebih kuat berdiri, bukan semata-mata ingin bersamamu selamanya. 

Bagaimana sekarang? Merasa lebih baik? Oke. Habiskan kopimu dan simpan gelasmu. Seseorang boleh saja berhenti menemanimu. Tapi impian-impianmu harus tetap berlanjut. Segala sesuatu yang ingin kamu gapai dulu (waktu masih bersamanya) harus tetap kamu gapai sekuat yang kamu mampu. Jangan lemah. Kamu boleh diremehkan dalam hal asmara. Tapi kamu harus ingat, bahwa kamu ada karena kehendak pemilik semesta. Bukan untuk bersedih meratapi kemalangan asmara, namun untuk tampil sebagai seorang yang bisa menaklukan mimpi. 

Hapus air matamu. Bangkitlah. Kamu punya impian yang harus kamu jadikan nyata. Wujudkan semua itu meski dengan tertatih. Jangan lupa untuk tambahkan sedikit senyum. Sedikit saja tidak apa-apa. Setidaknya kamu beri ruang untuk hatimu merasa bahagia. Kamu harus membuat dirimu menjadi lebih baik. Jadikan patah hati ini sebagai energi untuk membuktikan bahwa kamu tak seharusnya dicampakkan seperti itu. 

Yakini satu hal, bukan karena kamu tidak pantas untuknya. Hanya saja, dia tidak diciptakan untuk menemanimu sampai tua. Dia hanya singgah sebentar, lalu akan pergi melanjutkan tualangnya. 

Rabu, 14 Maret 2018

Aku Kembali Untuk Menyapamu

Bagaimanapun, aku tidak pernah ingin menyesali yang terjadi. Sebab, kita pernah saling belajar mencintai, meski pada akhirnya tak sebahagia yang kita ukir. Kamu tetap orang yang pernah membuatku bahagia, meski tingkahku begitu sering menumbuhkan sesak didadamu. Setidaknya, kita sudah saling belajar menerima. Bahwa kita pernah ada untuk tujuan yang sama. Sebelum kita saling meninggalkan. Kita pernah mencoba saling mengekalkan, tetapi gagal. Sesuatu yang selalu aku semogakan, tetapi tidak pernah diwujudkan. Sesuatu yang selalu aku doakan tetapi tidak semuanya dikabulkan.

Kepada kamu yang bahkan sampai saat ini masih mencuri rindu ini meski kita sudah menjadi dua orang yang tidak saling sapa. Dengarkan ini baik-baik, semuanya sudah berakhir. Jangan sedih lagi. Tatap dirimu lekat-lekat. Kamu terlahir untuk menjadi manusia hebat. Bukan untuk menjadi seorang yang lemah. 

Pahamilah, patah hati itu wajar, terlalu mencintai juga wajar, memang tak akan bisa secepatnya melupakan. Hanya saja, kamu juga harus paham semua harus dilakukan dengan kadar yang pas. Jangan berlarut-larut, kasihan hidupmu yang semakin kalut, banyak hal yang harus kamu selesaikan dengan semangat.

Lewat ini aku sampaikan rasa terima kasih yang mendalam. Untukmu yang telah mengajarkanku tentang kesabaran dalam menjalin hubungan. Sungguh, kamu adalah orang hebat di mataku. Banyak hal yang telah kita lalui, banyak hal baru yang begitu bermakna yang aku dapatkan. Sekali lagi terima kasih.

Mari peluk tubuhmu, peluk dirimu sendiri. Tak ada satu orangpun yang boleh membunuh semangatmu. Mari bangkit lagi, masih banyak hal yang harus kamu gapai. Tak apa jika harus pelan-pelan. Dari sini, dari kejauhan ini, doa tulusku mengiringi setiap langkah juangmu.

Maafkan atas kelancanganku, seolah-olah aku tahu isi hatimu. Mungkin kamu akan berpikir bahwa aku menulis seenakku di sini. Tapi memang, aku tahu hatimu. Aku tahu apa yang kamu rasakan saat ini. Jujur aku khawatir padamu. Oleh karena itu aku kembali lewat tulisan ini. 

Maaf kalau waktu itu aku pergi tanpa pamit. Aku hanya tidak kuasa melepasmu, dan aku tak punya ruang untuk menahanmu. Maaf untuk keegoisanku. Aku kembali untuk menyapamu, sekaligus mengucapkan terima kasih untuk pelajaran hidup yang sudah banyak aku dapatkan darimu. Sebagai orang yang pernah bersamamu, aku hanya ingin kamu tetap bahagia. Sebab semenjak awal jatuh cinta padamu, yang kuinginkan terjadi padamu adalah bahwa kamu harus bahagia, entah sebagai kekasih atau mantan kekasih.

Senin, 12 Maret 2018

Di-Patahkan Saat Rindu Ini Tak Terkendali

Mungkin benar sebuah kalimat yang mengatakan, akan tiba saatnya kamu dipatahkan oleh sesuatu yang sedang bersusahpaya kamu perjuangkan saat ini. Dan mungkin memang itu hal yang wajar, karena segala hal yang dimulai pasti akan berakhir. Hanya saja, tidak semua orang bisa menerima kenyataan itu. 

Kalau saja aku tahu bahwa akhirnya harus dipatahkan seperti ini, aku tidak akan seberjuang itu mempertahankan hati. Percayalah, tidak ada yang benar-benar siap dipatahkan setelah tualang panjangnya.

Sedih memang mengingat itu semua. Dikala duduk berdua, kita membahas masa depan, namun pada kenyataan itu hanya bualan-bualan rasa tai kucing. Menjijikkan sekali. 

Kau tahu, setiap kali mengenangmu, terasa ada yang ingin kubunuh mati. Hati ini seperti ditusuk sesuatu meski aku sudah belajar melepasmu. Meski sudah belajar mengiklaskan namun rasanya tetap saja sakit. Sikapmu yang memendam bara, lalu menghanguskan jiwaku membuat luka ini sempurna. Kau mematahkan hatiku saat hati ini sedang menyanjungmu tinggi-tinggi, saat hati ini menggilaimu dengan liar.

Hei, ini bukan perkara luka yang harus dibalas dengan luka. Atau rasa sedih yang harus dibalas dengan pedih. Bukan, tidak perlu aku lakukan itu. Hanya saja aku merasa tak nyaman. Aku merasa tidak adil dengan semua yang menimpaku saat ini.

Ah semesta. Ternyata ada banyak sekali jenis sifat manusia. Kadang ia sangat baik padamu, sehingga kamu tak perlu memikir terlalu panjang untuk menyerahkan hatimu, menyerahkan rasa percayamu, bahkan menaru harap penuh padanya. Tapi, ditengah-tengah rasa bahagiamu, ditengah-tengah rasa nyamanmu, ia lalu menunjukkan wujud aslinya. Bahkan ia mematahkan hatimu tanpa ampun, tidak peduli seberapa hancur perasaanmu. Lantas kamu hanya bisa menatap hati yang telah patah berkeping-keping, hancur, berantakan.

Ahhh hilang sudah separu warasku. Bagaimana mungkin kau patahkan aku disaat rasa ingin memiliki itu hadir dengan sangat besar? Kau membela hati ini dengan paksa tanpa ampun meski rinduku tak terkendali. Dapatkah kau mengukur rasa sakitnya? Dapatkah? Ah demi Tuhan, dalam bentuk apapun, aku ingin kau mati saja.

Jumat, 09 Maret 2018

Katakan Saja Kau Tidak Mencintaiku, Lalu Pergi!

Katakan saja kau tidak mencintaiku. Katakan itu saja tanpa basa basi, tanpa kata pengantar dan tanpa pendahuluan.

Aku telah memahami apa yang terjadi. Sudahlah jangan kaget, jangan pasang wajah munafik itu (lagi). Bagaimana? Aku pintar, kan? Karena tidak ada perubahan sikap dariku, kamu tak pernah tahu kan bahwa aku telah mengetahui semua kebusukanmu.

Hei, diam-diam aku telah menyadari perubahan yang ada dalam gerikmu. Bahkan aku tahu bahwa dalam hatimu, namaku, wajahku, senyumku dan ragaku sudah digantikan oleh dia, sosok baru yang saat ini memanggilmu “teman baru”.

Okey. Secara fisik aku kalah. Aku sedikit gendut daripada dia. Hidungnya sedikit mancung dari hidungku. Bibirnya terlihat lebih seksi dari bibirku. Tapi, jika dilihat dari segi perasaan dan kesetiaan serta rasa ingin memilikimu, aku menduduki tempat paling pertama. Aku mencintaimu dengan gila. Percaya atau tidak, dalam benakku tak pernah sedikitpun merancang sesuatu untuk menyakitimu. Aku tak sama denganmu, yang tak pandai menjaga hati.

Tapi, sudahlah. Tak perlu juga aku melankolis seperti ini. Nyatanya dia telah memiliki tempat terindah di hatimu saat ini. Padahal terakhir kau memperkenalkannya hanya sebagai teman baru. Dan tiba-tiba sja, kalian sudah sangat dekat, bahkan kalian punya waktu khusus menikmati senja. Mengetahui itu semua, aku mencoba tersenyum, meski dalam hati aku iri, sangat iri dan terlalu iri dengan keadaan itu. Namun, sebesar apa pun rasa iriku, aku mah apa atuh. Hanya seorang pacar yang sudah tak dianggap.

Hanya satu yang aku sesalkan. Mengapa kau tampil seperti seorang pecundang? Cukuplah berpura-pura. Katakan saja yang sebenarnya. Kau tahu, aku sudah siapkan hati, sejak dari pertama kali kau perkenalkan bahwa ia adalah teman baru yang menyenangkan. Aku sudah mencium aroma pengkhianatan hari itu. Aku biarkan sang waktu mengujinya, dan kalau nyatanya benar. Untuk apa sembunyi lagi? Tak perlu beralibi, hanya akan menamba dosa. Tak perlu menahan hatimu demi menjaga harga dirimu. Haha, bahkan aku merasa lucu, orang sepertimu masih mempertahankan harga diri, padahal kelakuanmu jelas-jelas tak berharga sama sekali.

Cukuplah mencari-cari kesalahanku hanya supaya kau punya alasan untuk mengakhiri hubungan ini. Kau hanya akan menyusahkan dirimu saja, karena apa? Karena seberapa banyak pun usahamu mencari kesalahanku, kau tak akan pernah dapatkan, karena aku tak pernah merancang yang buruk untukmu dan cintaku? Ya. Cintaku sangat tulus padamu.

Hei, katakan saja, kau tak cinta padaku. Lalu kemudian, pergilah dan bahagialah bersama “teman baru”-mu itu.
 

Gembel Ceria Template by Ipietoon Cute Blog Design