Kamis, 16 Mei 2013

Makrab Flobamorata “One Love, One Heart”

Yogyakarta(Paingan)- Selama dua hari satu malam, sabtu-minggu (11-12/05) sekitar 103 mahasiswa Flobamorata (Flores, Sumba, Timor, Alor, Lembata) asal NTT yang berkuliah di kampus 3 USD (Universitas Sanata Dharma) mengadakan makrab atau malam keakraban di Kaliurang, Pentingsari.

Adapun tujuan makrab tersebut selain mengakrabkan semua warga NTT yang ada di Yogyakarta, khususnya yang berkuliah di kampus 3 Universitas Sanata Dharma Paingan, makrab ini juga bertujuan untuk membentuk dan membangun kembali tim Flobamorata yang hampir tercerai berai menjadi satu tim yang solid. Tujuan itupun terpatri dalam games outbond dimana masing-masing kelompok berusaha bekerja sama dengan baik untuk memberikan hasil yang terbaik untuk kelompoknya. Antusias para peserta makrab sangat tinggi terlihat dari semangat mereka dalam mengikuti setiap games dan menampilkan setiap yel-yel atau jargon mereka.

Langkah yang diambil oleh panitia/pengurus dalam hal mengakrabkan semua anggota Flobamorata cukup bagus. Sebelum mengadakan makrab, panitia menggelar Flobamorata Cup yang sasarannya tidak saja peserta tapi panitia/pengurus juga ikut berpartisipasi. Salah satu tujuan kegiatan ini adalah untuk mengakrabkan anggota Flobamorata sebelum makrab, sehingga saat makrab nanti tidak terlihat kecanggungan antara satu dengan yang lain, mengingat para anggota Flobamorata berasal dari daerah yang berbeda-beda. Kegiatan ini juga merupakan salah satu bukti bahwa orang NTT, khususnya Flobamorata juga cinta damai. Kegiatan Flobamorata Cup ini berlangsung dan selesai dengan aman dan damai tanpa adanya kericuhan sedikitpun. Ini bukti bahwa tidak semua kegiatan orang NTT selalu berkahir dengan kericuhan.

Makrab kali ini mengangkat tema, "One Love, One Heart" dengan harapan bahwa hati dan cinta seluruh anggota Flobamorata terikat dalam satu tali persaudaraan dan selalu bersatu dengan bergandengan tangan membangun kelompok NTT yang lebih baik, sehingga dengan begitu anggapan orang tentang NTT yang kesannya anarkis dan selalu dianggap sebagai biang ricuh semakin pudar. 

"Tidak semua orang NTT itu kriminal, kita buktikan kepada orang-orang di luar sana bahwa kita orang NTT juga cinta damai," ujar Dion, ketua makrab Flobamorata (2013) dengan tegas. 

Salah satu dosen Pendidikan Fisika Universitas Sanata Dharma, yang berasal dari Maumere, NTT. Bapak Drs. Severinus Domi, selaku Pembina HKF (Himpunan Keluarga Flobamorata) USD juga turut hadir dalam kegiatan makrab tersebut. Beliau yang sudah kami anggap sebagai orangtua di sini memberi arahan kepada kami seputar dunia perkuliahan. Pesan beliau yang sangat membekas di hati kami adalah, "Jangan kita sering SMS artinya jangan kita Senang Melihat teman Sedih ataupun sebaliknya." Kepedulian dan saling membantu itulah yang ingin beliau terapkan dalam diri kami selaku mahasiswa yang jauh dari jangkauan orangtua. 
"Mereka tidak pintar, mereka hanya tekun. Kalau kita tekun kita bisa lebih pintar dari mereka," Satu lagi suntikan pesan dari beliau yang menyadarkan kami betapa pentingnya sebuah ketekunan.

Salam Flobamorata, Mukut!!!!

Selasa, 14 Mei 2013

Aku Terjebak

Berhenti! Ya berhenti. Itu yang bisa ku lakukan sekarang. Aku harus berhenti di sini sekarang. Jalan yang ku tempuh selama ini ternyata jalan yang tidak punya akhir. Percuma aku terus berjalan kalau akhirnya jalan ini tak punya titik. Aku, mengabaikan semua jalan-jalan lain, semua tikungan yang sudah menungguku dengan penuh harap aku abaikan begitu saja demi mengejar jalan itu, jalan yang ku inginkan, jalan yang kupikir memiliki tempat perhentian yang indah, perhentian yang abadi. Ternyata aku salah, jalan itu tak pernah ada dan betapa bodohnya aku, karena baru menyadarinya sekarang, saat sudah tak ada jalan lain, saat tikungan itu sudah menghilang mungkin karena mereka bosan menungguku. Aku sekarang sadar kalau aku egois, aku lebih mementingkan perasaanku sendiri dan selalu mengabaikan mereka. 
Sekarang aku terjebak dalam permainan waktu. Masih adakah yang mau menjemputku disini dan menghantarku ke jalan yang sesungguhnya? Jalan yang pantas dan layak aku lalui, adakah? 
Bukan aku yang salah tapi dia. Dia yang salah, dia yang memberi harapan kepadaku. Keindahan jalan itu membutakan mata hatiku. Aku terlalu larut dan terlalu fokus mencari jalan yang sempurna, padahal aku tahu di dunia ini tidak ada yang sempurna. 
Hei kau, mengapa kau tak menyuruhku berhenti saja kalau kau memang tak punya titik. Kau mau mempermainkan aku ya? 
Kau jahat, kau membiarkanku terpesona dengan keindahanmu. Aku sekarang terjebak. Kau tahu kenapa? Itu semua karena kau. Senang kau? Puaskah kau telah mempermainkanku? 
Please, jangan lagi kau muncul di hadapanku. Jangan lagi kau menampakkan wujudmu di depanku. Kau jalan yang menyesatkan. Kau tak punya titik. Kau tak punya hati . Kau tahu perasaanku, tapi kau acuhkan. Kau tahu tujuanku, tapi kau tak pedulikan. Kau senang aku terus mengagumimu dan terus berjalan tanpa ada kepastian? Kenapa tak bilang saja terus terang kalau kau tak mengharapkanku untuk melalui jalan itu. Aku cukup tahu diri. Aku bisa berpaling ke jalan lain kalau kau tak menyukaiku. Walaupun aku mungkin menyesal dan kecewa, tapi setidaknya aku tak tersesat dan terjebak seperti sekarang ini. 
Terlambat, semuanya sudah terlambat. Aku sudah terjebak dan mungkin akan berhenti di sini selamanya. Aku lelah dan butuh kompas saat ini, sekarang! Harapanku, bukan lagi kau, tapi orang lain yang punya hati, yang tak pernah mencariku, namun yang tanpa sengaja menemukanku di sini, tanpa menanyakan kenapa aku terjebak, tapi mengulurkan tangannya dan berkata, “akan kubawa kau ke tempat yang sesungguhnya.”
Aku butuh kompas yang tak mengenaliku. Karena aku malu, aku tak tahu harus menjawab apa ketika aku ditanya, “mengapa kau tersesat di sini?” aku belum punya jawaban. Bukan, lebih tepatnya tidak punya jawaban. Karena aku sendiri tidak tahu kenapa aku tersesat di sini. Aku amnesia. Kau yang buatku amnesia.

Jumat, 10 Mei 2013

Jika Hari Ini Aku ..

Jika hari ini aku menyakitimu
Maafkanlah kekhilafanku, namun kau harus tahu bahwa kau sangat kusayangi.

Jika hari ini aku membohongimu
Maafkanlah kekhilafanku, ku lakukan itu karena aku tak mau kau memikul beban yang sama denganku.

Jika hari ini aku tak mempedulikanmu
Maafkanlah kekhilafanku, aku hanya berusaha membuat kau belajar untuk tetap bahagia walau tanpa aku.

Jika hari ini aku membuatmu kecewa
Maafkanlah kekhilafanku, aku akan berusaha untuk tidak mengecewakanmu lagi.

Jika hari ini aku menoreh luka di hatimu
Maafkanlah kekhilafanku, akan kurajut kembali setiap luka itu dan menghiasnya dengan kepingan hatiku. Aku janji!

Jika hari ini aku belum jadi yang terbaik untukmu
Maafkanlah ketidaksempurnaanku ini.

Namun...

Jika hari ini aku mati...

Janganlah kau terluka 
Janganlah pulah kau bersedih
Tak ada lagi aku yang menghapus air matamu
Dan aku tak relah melihat orang lain yang menghapus air mata itu
Karena aku tak mampu lagi terbangun untuk menghapus luka dan perihmu.

Jika hari ini aku telah tiada...

Akan ku kirim merpati untuk memberitahumu bahwa aku sangat menyesal telah menyakitimu.
Akan kukirim bintang untuk menyampaikan salam rindu dan rasa kecewaku telah membohongimu.
Akan ku perintahkan sang mentari untuk menaburkan bunga lily di sepanjang sudut kamarmu setiap pagi, sehingga kau tahu betapa tulus dan sucinya cintaku.

Aku bahagia ...
Kau tahu kenapa?
Karena ada pelangi di jasadku
Bekas sambungan nafasmu dan nafasku

Kau tahu pelangi itu lambang kehidupan?
Iya! Aku telah menjadi pelangi itu dan hidup dalam hatimu
Saat kau menitikkan air mata
Disaat itulah kau sadari bahwa aku ada, bersemayam di jiwamu..

Aku akan selalu di sini
Tetap di sini dan selamanya di sini
Di hatimu..
Sampai kau benar-benar menyuruhku untuk pergi ..

Rabu, 08 Mei 2013

Pelangi Tak Berwarna

Tanggal 1 April seorang anak lahir di dunia. Tepatnya anak pembawa sial. Ya, itulah julukan buat aku. Semua keluargaku menganggap aku anak yang sial. Bagaimana tidak, semenjak kelahiran aku keluargaku jadi berantakan.
Aku terbangun mendengar suara yang berisik di lantai dasar.
"Nih pasti ayah dan ibu berantem lagi gara-gara aku," gumamku sambil menyibak selimut yang menutupi badan. Aku duduk, meraih guling yang berada di samping dan meletakkan di pangkuanku.
"Bu,jemput Alya dari kamarnya untuk sarapan." Suara serak-serak dan sedikit bass itu aku kenal banget. Itu suara ayah.
"Loh kok aku sih, bapak aja yang jemput aku masih siap-siap nih." suara cempreng ala Gina alias Jengkelin itu adalah suara ibu.
"Emang itu tugas kamu. Ngapain kamu ngelahirin anak buta kayak dia, jadinya ngerepotin orangkan?"
"Bapak nyalahin aku, gitu? Bagus ya! Biii.. jemput si buta sialan itu untuk sarapan." Teriak ibu dengan penuh amarah.
"Iya Nyak.." Balas bibi menghambur menuju kamarku.
Ini bukan kali pertama ayah dan ibu berantem. Aku dipapah bibi menuju meja makan.
"Heh buta, kamu bikin repot orang aja ya. Ma, kasih makan ni anak kamu yang buta, aku mau berangkat kerja dulu." Kata ayah sambil meninggalkan meja makan.
"Kok aku sih, bapak kan yang lagi di meja makan, sekalian aja kasih makan tuh anak." balas ibu dari kamar. Tapi ayah sepertinya tak menghiraukan perkataan ibu, ayah terus berlalu.
"Bi, kasih makan nih buta sialan, jangan ngerepotin orang pagi-pagi. Aku mau berangkat kerja," kata ibu setelah keluar dari kamar.
"Loh, nyonya gak sarapan? Tadi tuan gak sarapan juga." Bibi sepertinya perhatian sekali.
"Hilang selera makan aku bi, siapa juga yang mau sarapan semeja sama orang buta, mending aku makan di luar aja," kata ibu dan langsung pergi.
Kata-kata ibu seperti duri yang melilit di hatiku. Sakit banget. Segitu bencinyakah seorang ibu terhadap anak cacat yang adalah darah dagingnya sendiri? Kenapa aku di biarkan lahir kalau akhirnya akan dapat perlakuan seperti ini? Belum sembuh rasa sakit ini, aku dikagetkan lagi dengan suara bentakan kak Bimo,"Udah dengar kamu? Telingamu gak ikutan cacat kan? Heh, dengar ya. Ini semua gara-gara kamu. Kamu yang mengakibatkan pertengkaran ini. Kamu memang pembawa sial. Dulu keluarga ini sangat harmonis dan kami selalu ada waktu untuk bersama. Tapi semenjak kamu ada, aku jadi diterlantarkan. Aku udah gak pernah dapat perhatian dari ayah dan ibu. Sampai kapanpun aku gak akan pernah nganggap kamu sebagai adik. Aku gak sudi punya adik buta kayak kamu. Aku benci kamu!!!" Kata Bimo sambil menampar meja makan.
Spontan aku kaget. Dengan susah paya aku berusaha memanggil dengan lirih, "Bang..."
"Budek ya! Aku bukan abang kamu." teriak kak Bimo tepat di kupingku.
Walaupun aku gak bisa melihat ekspresinya, dari bentakan dan kata-katanya, aku tahu betapa bencinya dia sama aku. Oh Tuhan, apa salahku? Dosakah aku jika aku buta, hingga semua tak ada yang peduli padaku? Aku hanya bisa tertunduk dan terisak dalam hati.
Sebenarnya tidak mengherankan jika mereka tak menganggapku dalam keluarga ini. Ayah, seorang direktur di perusahaan ternama di Jakarta. Beliau adalah orang nomor satu yang terkenal pintar, tegas dan bertanggung jawab. Ibu sendiri adalah seorang wanita karir yang tak kalah hebatnya dengan ayah. Beliau adalah desain terhebat dan bulan kemarin beliau baru saja menyandang status Queen Designer. Sedangkan Bimo, abangku satu-satunya adalah seorang yang sangat populer di sekolahnya. Selain memiliki tampang baby face yang berhasil memikat banyak wanita, ia juga jago olahraga dan selalu mendapat peringkat terbaik dalam mata pelajarannya. Tidak heran jika ayah dan ibu sangat menyayangi dia. Namun, beberapa hari belakangan ini sepertinya dia juga kurang mendapat perhatian dari ayah dan ibu yang sudah pasti penyebabnya adalah aku. Yakh, Aku. Bisa apa aku? Aku hanya seorang anak buta, anak pembawa sial yang kerjanya ngerepotin orang. Wajar kalau mereka membenci aku, karena aku sama sekali tidak berguna. Aku hanya menciptakan keributan setiap hari. Aku mengacaukan keharmonisan keluargaku. Pantaskah aku disebut bagian dari keluarga yang perfect dan selalu disanjung ini?
Sepuluh tahun kepedihan ini aku pendam. Rasa sakit ini aku simpan dalam hati. Aku hanya berharap suatu saat nanti aku dapat diterima di keluarga ini. Hari ini akan menjadi hari terkahirku mendengar suara adu mulut ayah dan ibu yang sudah menjadi santapan rutinku setiap pagi, merasakan nikmatnya masakan bibi, mendengar ocehan kak Bimo yang selalu menjadi hidangan penutup yang sangat menyakitkan yang semakin hari semakin menumpuk dan tertahan di hatiku. Kenangan ini tidak akan pernah aku lupakan selama di desa nanti. Keributan tiap pagi dan kata-kata pedas sang abang yang selalu menyakitkanku akan aku rindukan. Orangtua termasuk abang membuangku ke Kalimantan. Ya, “membuang”. Kata itu tidak sengaja aku dengar dari pembicaraan ayah, ibu dan abang. Mereka merasa aku adalah anak pembawa sial yang harus dibuang dan disingkirkan dari kehidupan mereka. Tapi kalau dengan kepergianku suasana rumah dan hubungan ayah dan ibu kembali membaik aku tidak keberatan meninggalkan mereka, yang penting mereka bahagia.
Hari ini aku resmi menjadi orang Kalimantan, lebih tepatnya “anak desa” tempat kakek dan nenek yang adalah ibu dan ayah dari Ibuku. Sedangkan ibu dan ayah dari Ayah sudah lama meninggal. Selama lahir aku belum pernah diperkenalkan sama kakek dan nenek yang akan menjadi pengasuhku. Sehingga waktu aku tahu rencana mereka yang mau membawaku ke Kalimantan, reaksiku biasa saja. Toh, aku akan tetap menjadi anak yang tidak berguna. Baik di Jakarta dan di Kalimantan sama saja, bedanya hanya berpindah tempat.
Aku pikir semua orang bakal jahat dan menganggap aku sial, aku pikir kakek dan nenek ini akan membenci aku juga sama seperti ayah, ibu dan kak Bimo. Ternyata tidak. Masih ada yang menyayangi aku. Kakek dan nenek di desa ini sangat menyayangi aku walaupun aku buta. Bukan hanya mereka saja, teman-teman di desa juga baik. Mereka tidak memandang kekurangan yang aku miliki dan mereka juga tidak menganggap aku sebagai anak pembawa sial. Bahkan mereka mengajari aku banyak hal. Di tempat ini aku mulai merasakan hidup yang sebenarnya. Aku benar-benar merasa bahagia. Aku mendapatkan kasih sayang yang tidak pernah aku dapatkan selama di Jakarta di tengah-tengah keluargaku sendiri. Di Jakarta hanya kesepian dan tekanan batin yang aku rasakan. Pagi-pagi harus terbangun dengan teriakan ayah dan ibu yang semakin hari kuanggap sebagai alarm tanpa baterai. Namun di desa ini aku merasakan suasana yang sangat berbeda. Pagi-pagi suara kokokan ayam jantan dan kicauan burung yang membangunkanku dari mimpi-mimpi indahku semalam. Suara itu membawa makna tersendiri dalam hatiku, ada rasa syukur yang aku rasakan. Setiap kali mendengar kokokan ayam dan kicauan burung itu, aku akan terbangun, meraih tongkat, menuju ke jendela kamarku, membuka jendela dan menyambut sang surya yang menghantarkan cahaya kehidupan. Walaupun aku tak bisa melihat eloknya sang mentari pagi, lewat cahayanya yang terpancar mengenai wajahku, aku dapat merasakan kehangatan dan keindahannya, lewat cahaya itu pulah aku selipkan doaku kepada Sang Pencipta. “Terima kasih Tuhan buat nafas hidup yang masih Engkau percayakan padaku”. Syukuri akan sebuah nafas yang Tuhan masih percayakan merupakan satu hal yang sering aku lakukan semenjak di desa. Itu semua aku pelajari dari nenek. Kata nenek, dengan mensyukuri hal yang kecil maka Tuhan akan memberikan sesuatu yang besar dalam hidup kita. “Makanya Neng, bersyukur itu perlu dan wajib kita lakukan. Maka Tuhan akan tersenyum dari atas sana, karena Tuhan sayang dan akan selalu memelihara setiap umat yang selalu bersyukur pada-Nya,” kata nenek waktu pertama kali aku menginjakkan kaki di rumah mereka ini.
Kakek dan nenek sudah layaknya ayah dan ibuku. Wanita dan pria paruh baya yang baik hati ini adalah petani yang dikenal dengan julukan juragan karet. Mereka mempunyai berhektar-hektar kebun karet, sehingga mereka bisa bertahan hidup sampai sekarang. Karena ladang mereka yang begitu banyak bisa menghasilkan lapangan kerja buat para pengangguran di desa. Banyak pemuda-pemuda atau bapak-bapak yang bekerja mengolah kebun karet milik kakek dan nenek, upah yang mereka dapatkan juga sesuai dengan hasil kerja mereka. Di desa kakek dan nenek merupakan satu-satunya keluarga berada kalau dibandingkan dengan keluarga-keluarga lain, sehingga banyak petani-petani lain yang selalu meminta bantuan atau pinjaman uang dari mereka. Kakek dan nenek senang membantu orang yang dalam kesulitan dan tidak pernah mengancam atau memaksa kepada siapapun untuk mengembalikan uang pinjaman. Kapan mereka punya uang untuk mengembalikan baru mereka mengembalikan. Kakek dan nenek tahu persis kehidupan warga di desanya. Karena kebaikan, keramahan, kerendah hatian, dan ketegasan kakek dan nenek, orang-orang di desa itu sangat menghormati mereka.
Selain juragan karet, kakek menjabat sebagai kepala desa di desa ini, karena kebaikan dan keramahan serta niatnya yang selalu menolong orang, desa mereka tenang dan damai. Orang-orang yang hidup di dalamnya pun saling mengasihi dan saling membantu. Kasih sayang mereka semualah yang membuat aku bertahan hidup sampai sekarang ini. Di tengah kesederhanaan mereka, ternyata mereka mempunyai hati yang sangat mulia. Nasihat dan didikan mereka benar-benar membuat aku merasakan bahwa orang cacat kayak aku bisa menikmati hidup juga. 
“Neng, Tuhan sayang sama semua umat-Nya. Baik itu miskin atau kaya, tua atau muda, cacat atau normal Tuhan sayang semuanya, dan Tuhan lebih sayang lagi sama orang yang melakukan semua firman-Nya dan selalu turut pada kehendak-Nya. Makanya kamu jangan merasa putus asa dan merasa gak berguna hanya karena orangtua dan kak Bimo tidak peduli sama kamu. Masih ada Tuhan dan kami semua yang sayang sama kamu,” nasihat kakek saat aku mogok makan karena sudah sebulan di desa ayah dan ibu bahkan kak Bimo tidak pernah memberi kabar ke aku. Bahkan setiap kali aku menelpon selalu di reject sama mereka. Itu yang buat aku marah dan putus asa. Aku pengen mati saja saat itu karena aku merasa hidup juga tidak ada gunanya. Untung ada kakek dan nenek yang tak henti-hentinya bujuk aku dengan kata-kata bijaknya sampai aku luluh seperti sekarang ini. Kakek dan nenek memang selalu punya kata-kata bijaksana yang selalu mereka berikan saat aku galau dan putus asa. Aku bersyukur banget memiliki dua sosok ini. “Terima kasih Tuhan,” gumamku setiap kali merasakan kebaikan dan kasih sayang mereka.
Selama di desa, ayah, ibu dan abang tidak pernah sekalipun menanyakan kabarku, apalagi berkunjung sekedar melihat keadaanku. Mereka sepertinya benar-benar telah menghapus aku dari hidup mereka. Tega sekali. Sempat terbesit dipikiranku untuk mengakhiri hidup saja, karena aku tidak berharga sama sekali. Keluargaku membuang dan tidak mempedulikan aku. Jika pembunuhan bukan dosa dan bukan tindak kriminal yang mengakibatkan mendekam di bui, mungkin orangtua ataupun abang Bimo sudah membunuhku sejak aku lahir dulu. Aku merasa dunia ini tidak adil bagiku. Tapi, lagi-lagi aku beruntung karena Tuhan masih mengasihi aku, dengan mengirim malaikat seperti kakek, nenek, Rangga, Selvi dan Andin sebagai keluarga sekaligus sahabat yang selalu memberi motivasi dan selalu ada untukku. Mereka yang membuat aku tetap mensyukuri hidup ini, karena setiap kekurangan yang ada pasti terselip kelebihan yang begitu dahsyat, aku yakin Tuhan pasti punya rencana terindah dalam hidupku.
Setiap hari aku mulai belajar bermain gitar, dilatih sama Rangga. Aku sangat salut sama ciptaan Tuhan yang satu ini, dia sangat sabar melatih aku. Melatih orang yang bisa melihat saja susah, apalagi melatih orang seperti aku yang hanya mengandalkan feeling saja. Awalnya aku sempat putus asa dan meminta berhenti saja berlatih karena aku merasa, orang buta kayak aku gak akan bisa bermain gitar dengan baik. Tapi dasarnya Rangga melatih dengan tulus, dia malah memberi aku semangat untuk tetap berlatih dengan rajin. 
“Alya, buta bukanlah alasan kamu berhenti berlatih main gitar. Menurut aku, kamu punya bakat main gitar yang luar biasa. Apalagi suara kamu bagus, kalau kamu nyanyi diiringi lentikan jari yang menari-nari di atas senar, itu sungguh sangat sempurna.” 
Mendengar kata-kata Rangga, aku jadi termotivasi. Aku tak tahu rupa insan yang berada di sampingku saat ini. Apakah dia punya wajah yang tampan? Jelek? Rambutnya panjang atau pendek? Gendutkah dia? Ah semua itu tidak penting, hati yang baik dan ketulusannyalah yang buat aku luluh setiap kali mendengar suara dan desah nafasnya. Dia benar-benar malaikat yang Tuhan kirim untuk menyelamatkan aku dari kegalauan tingkat dewa. Aku gak akan mengecewakan Rangga. Setiap hari aku terus belajar memetik setiap senar gitar dengan baik, awalnya aku mempelajari kunci-kunci dasar seperti kunci G, C, dan D hingga semakin hari aku mulai menguasai beberapa kunci yang lebih sulit lagi. Aku hanya mengandalkan insting untuk menghasilkan bunyi yang indah. Berkat ketabahan Rangga dan kemauanku untuk berlatih aku sekarang bisa memainkan gitar dengan baik.
“Serius amat sih non.” Selvi mengagetkan aku yang lagi serius memainkan gitar, sekedar mencoba setiap kunci yag diajarkan Rangga beberapa hari yang lalu.
“Alya, kamu sekarang hebat ya main gitar. Aku aja, bertahun-tahun diajarin Rangga, sampai sekarang belum benar-benar bisa. Kadang-kadang kunci G masih ketuker sama kunci C, kamu hebat bisa mempelajari setiap kunci dengan baik tanpa melihat senarnya. Aku bangga sama kamu,” kata Andin memelukku dari belakang dengan menyilangkan kedua tangannya di leherku. 
“Eh kalian, sejak kapan disini? Kalian lihat ya tadi aku main.” Kataku malu-malu.
“Sejak kamu mulai memainkan gitarnya. Kami nikmatin banget loh, lagu apa sih yang barusan kamu mainkan? Perasaan aku gak pernah ngajarin kamu lagu yang tadi deh..” Rangga mulai mendekat dan meraih gitar yang kupegang.
“Serius ni bagus? Jangan-jangan kalian cuma mau nyenengin aku doang. Jujur aja deh kalo bunyinya berantakan,”
“Ya ampun Al, beneran kamu mainnya bagus banget, aku masih penasaran lagu yang kamu mainin tadi, belajar dari siapa sih?” Rupanya Rangga penasaran berat. 
“Kamu penasaran ya Ga, hehee” kataku sembari tersenyum. 
“Iya Al, musiknya bagus banget, sayang kamu gak ikut nyanyi,” kata Rangga sambil memainkan gitar ngikutin irama yang barusan aku mainkan. Rangga memang hebat kalau soal gitar, buktinya cuma sesaat dengar aku main, dia langsung bisa praktekkan, seperti yang dia lakuin sekarang. 
“Aku belum hafal liriknya Ga, lagunya aja barusan tadi aku dengar di radio, aku cuma iseng nyobain berdasarkan kunci-kunci yang kamu ajarin, ya tepatnya sih aku cuma gunakan insting untuk setiap iramanya. Jadi gak usah deh kalian muji-muji aku, udah tahu kok kalau aku mainnya berantakan.” Kataku dengan sedikit malu-malu.
“Serius Al? Musiknya barusan kamu dengar dan kamu langsung praktekkan?” teriak Rangga, Selvi dan Andin bersamaan. “Eh biasa aja kali, kenapa udah kayak paduan suara gitu?” balasku yang bingung mendengar keheboan mereka. 
“Ampun deh Al, kamu hebat banget. Sumpah. Baru kali ini aku ketemu orang kayak kamu yang cuma denger lagunya sesaat dan udah langsung bisa praktekkan. Apalagi lagu itu lagu yang asing, dua jempol deh buat kamu,” Andin berapi-api. 
“Setuju. Aku kagum banget sama kamu Al, kamu benar-benar hebat. Aku bangga punya temen kayak kamu, aku tambah deh dua jempol.” Selvi tidak mau kalah.
“Yang dibilang Selvi sama Andin benar Al. Ternyata feeling-ku gak salah, kamu memang punya bakat jadi pemain gitar yang hebat. Lagu yang baru kamu dengar aja udah sebagus itu kamu mainin apalagi lagu-lagu yang udah biasa kamu dengar. Aku salut sama kamu. Ternyata kamu benar-benar niat latihan selama ini. Aku gak sia-sia ngajarin kamu Al.” Rangga ikut bicara.
Aku kaget banget mendengar pujian dari mereka. Tanpa sadar air mata sudah membasahi pipiku. Aku bahagia banget. Baru kali ini aku mendapat pujian seperti ini. 
“Loh kok malah nangis Al? Aku salah ngomong ya?” Tanya Rangga. Selvi dan Andin mendekat kearahku. 
“Gak kok Ga, kalian gak salah apa-apa. Aku hanya terharu. Baru kali ini aku dapat pujian yang betubi-tubi. Aku senang banget, aku gak nyangka orang buta kayak aku masih bisa dapat pujian seperti itu. Makasih ya, kalian memang sahabat terbaikku.” Kataku tanpa bisa menghentikan aliran dari kelopak mata yang terus memaksa untuk keluar. 
“Alya, setiap orang berhak mendapat pujian, termasuk kamu. Kami sama sekali gak melihat kekurangan dari diri kamu kok, karena kamu gak pernah menyerah. Kamu selalu lakukan setiap kegiatan yang kami lakukan, itu artinya kamu masih sama kayak kami, malah kamu punya kelebihan yang bagi aku gak mungkin aku miliki. Kekurangan yang kamu miliki sama sekali bukan penghalang untuk kamu terus maju, ibarat kata Syahrini nih, kamu memang anak yang “sesuatu banget, cetar badai membahana" pokoknya..” kata Andin sambil menggenggam jariku. 
“Al, kalo kamu masih mau terus berusaha dan terus belajar, percaya deh kamu bukan hanya saja mendengar pujian dari kami, tapi dari orang-orang di luar sana.” Kata Rangga.
Seketika aku tersadar, kudapati diriku yang tak sendiri lagi. Bagi kakek, nenek dan teman-teman di desa ini, aku layaknya sebuah pelangi dengan warna-warni yang indah. Pelangi yang melambangkan kehidupan. Namun bagi ayah, ibu dan kak Bimo aku mungkin pelangi yang tidak memiliki warna. Satupun tidak! Tetapi seperti apapun anggapan mereka terhadap aku, cinta dan kasih sayang mereka masih ada untukku, jauh di lubuk hati mereka. Aku yakin!

Senin, 06 Mei 2013

Lo Jomblo? Santai Aja Lagi..

Emm, Jomblo? gue banget tuh!!

Kenapa sih lo lebih milih jomblo? Padahalkan jomblo itu gak enak, gak seru, dan gak asyik banget! Kuper banget sih lo. Hari gini, masih jomblo? Punya pacar satu aja udah gak jaman, apalagi jomblo! Kayaknya lo pantas hidupnya di tahun 80'an kali yaa...

Oh my God!! Itu penghinaan besar buat para jomblo. Tapi tenang aja Guys, gak usah risih sama mereka. Khusus untuk para jomblowan dan jomblowati, gue punya "sesuatu" nih buat elo-elo pade..

 Mau tahu kagak? 

Emm, kasih tahu gak ya...

Hahaha, oke.. oke.. gue kasih tahu ni.

Simpan amarah lo, dan gue akan bisikkan "sesuatu" itu..

Sebenarnya kalian gak perlu khawatir dengan status jomblo. Kalian harus bersyukur karena kalian punya segudang emas dibalik kata jomblo itu. Artinya, kalian memiliki keuntungan yang lebih gede dibanding mereka-mereka yang statusnya "pacaran".
Gue akan sajikan beberapa hasil pengamatan gue, tentang keuntungan di balik kata jomblo itu.
Let's Reading!!!   
  • Kalian gak akan ngalamin yang namanya stres.
Dalam hal ini, stres yang dimaksud adalah, stres karena bolak-balik liat hp gak ada juga yang sms atau telpon. Kalian juga gak perlu susah-susah mikirin pasangan yang sebenarnya gak penting untuk dipikirin. Ia, kalau dia juga mikirin kita, kalau gak? Nah lo! Mending kita fokus mikirin diri kita sendiri, mikirin masa depan kita. Itu lebih bermanfaat buat kita ketimbang mikirin sesuatu yang belum tentu nanti akan menjadi penentu masa depan kita.
  • Kalian gak akan pernah ngalamin yang namanya KANKER alias Kantong Kering.
Buat mereka yang berstatus pacaran, Kanker sudah pasti mereka alami, bukan sekali saja mungkin berulang-ulang kali. Karena apa? Karena kalo mau makan aja, pasti salah satu harus ada yang ngeluarin duit untuk berdua, apalagi yang cowok. Demi menjaga harga diri alias ja'im, dia mungkin akan selalu ngeluarin duit buat bayar makan berdua. "Emang lo punya duit segudang! Jadi tiap butuh lo langsung ngambil!" Kalo masih merengek minta orang tua untuk memberikan kita duit, mending gak usah dulu deh pacaran. Jomblo aja yang lebih hemat!
  • Kalian lebih banyak waktu untuk diri sendiri dan teman-teman.
Karena apa? Karena kalau kalian punya pacar, waktu kalian untuk menyendiri aja mungkin gak akan pernah ada. Apalagi kumpul sama teman-teman. Kalau sikap kalian seperti ini terus, lambat laun teman-teman akan menjauhi kalian. "Lo yakin pacar lo akan selalu ada buat lo? Emang dia gak ada keperluan lain? Emang dia satpam yang siaga 24 jam untuk lo? Ingat! pacar hanya bersifat sementara dalam hidup kita. Belum tentu dia adalah jodoh yang di siapkan Tuhan untuk kita. Hanya teman yang sudah pasti ada untuk kita untuk selamanya.
  • Kalian gak akan pernah ngalamin yang namanya sakit hati.
Dalam hal ini, sakit hati karena diputusin, dicuekin bahkan diselingkuhin sekalipun. Karena apa? Karena siapa coba, yang bisa nyakitin kita dengan hal-hal seperti itu. Pacar? Gak punya. Teman? Gak mungkin. Karena kalau kita pintar memilih dan memperlakukan teman, mereka bisa jadi malaikat buat kita.
  • Kalian jadi lebih fokus pada masa depan kalian.
Karena apa? Karena pikiran kalian lebih terarah dan gak ke sana-sini.

Itu baru sebagian dari segudang keuntungan yang dimiliki para jomblowan-jomblowati. Masih ada keuntungan-keuntungan lain yang ada dibalik kata "jomblo".

Jadi, gue harap kalian jangan pernah malu dengan status jomblo kalian. Karena hanya orang bodoh alias bego bin o'on yang mengatakan kalau jomblo itu gak laku. "Emang lo kira barang yang dinilai dari harga jualnya?"

Nah, untuk elo-elo pade yang masih mahasiswa ato anak sekolahan. Elo pantas berteriak..


Guys, percayalah status jomblo bukan akhir dari segalahnya kok..
Nikmatin aja hidup ini dengan santai, tapi tetap fokus sama masa depan cuy...

Pesan gue, "selagi kita masih bergantung pada orang lain, belajarlah menghargai orang itu dengan membahagiakannya". 

Sekian dan terima kasih!
     

    Gembel Ceria Template by Ipietoon Cute Blog Design