Senin, 16 Juni 2014

Slamat Jalan Teman (R.I.P Son Engge)


Aku menyesal saat ini, karena aku tak bisa menerimamu saat engkau datang ke sini, ke kosku dan memintaku untuk bergabung kembali dengan perkumpulan yang sudah menyatukan kita warga Sumba, khususnya Wewewa Timur yaitu Pekaweti. Sungguh, aku sangat menyesal, kak. Padahal kau ingin bertanggung jawab atas perlakuanmu padanya, pada dirinya yang ku panggil kakak juga. Ya aku tahu, kau memukulnya bukan tanpa alasan. Benar, aku memang membelanya karena dia adalah kakakku, layaknya kakak kandungku di tanah rantauan ini, sehingga aku membelanya walau dalam hati kecil aku tahu kau melakukan itu karena ada alasan, karena aku paham setiap lelaki memiliki ego dan harga diri yang tidak mau diinjak begitu saja.
"Kaka gue" begitu aku memanggilmu. "adi gue" begitu juga panggilmu padaku. Kak, aku sangat menyesal harus duduk dalam mobil polisi waktu itu untuk mencarimu layaknya buronan kelas kakap. Sumpah, aku tidak ingin melakukan itu, tapi itu tuntutan kak, tuntutan yang mau tidak mau harus aku lakukan karena korban yang kau pukul itu sedang berbaring lemas di rumah sakit dengan hidung sedikit bermasalah akibat pukulan telakmu di wajahnya. Aku memang membela dia karena dia keluargaku, tapi aku juga tidak seharusnya menyalahkan kau. Aku menyesal telah membuatmu menjadi buronan, aku juga menyesal telah mengancam keselamatanmu dengan melibatkan polisi. 

Bahkan di hari terakhirmu di sini, di Yogyakarta, aku tidak sempat mengunjungi jasadmu di rumah sakit, maaf juga untuk itu kak, karena ada urusan penting yang tak bisa aku tinggalkan, aku menyesal karena untuk melihat jasadmu saja aku tak sempat. 

Kaka gue, semoga engkau merasakan penyesalanku dari atas sana, dari Surga tempat engkau bersemayam saat ini. Maafkan aku kak.. :'(
 
Padahal banyak canda tawa yang kau torehkan dalam hidupku. Jiwa pemberani dan pemimpin bersemayam dalam ragamu. Sungguh kau kakak yang patut diandalkan. 
Kak, kau ingat waktu kita ke pantai? Dengan beraninya kau lari dengan bebas dan berenang di tengah ombak, tidak peduli dengan teriakan orang-orang yang melarangmu untuk tidak boleh berenang di situ. Tapi, kau tetap saja menari bersama ombak itu. Kami semua panik, memanggilmu untuk berhenti berenang, tapi kau? Ah, kau memang tak pernah takut.
Kau juga lelaki narsis. Benarkan? Kau selalu ingin di foto dengan gaya-gayamu yang sedikit kocak. Seperti kata yang sering kau ucapkan, kak. Kau memang "pria tampan".
  
Satu hal yang aku pelajari dalam kisah ini, "berilah maaf kepada orang yang telah berbuat salah padamu, jangan melihat seberapa besar kesalahannya, namun lihatlah penyesalan dan ketulusannya. Jangan menunda-nunda waktu untuk memaafkannya, karena hari esok adalah misteri bagi kita semua."
 
Kak, untuk maaf yang tak tersampaikan, aku persembahkan video kebersamaan kita dulu, waktu aku masih bergabung bersama kalian dalam Perkumpulan Keluarga Besar Wewewa Timur. Salam PEKAWETI!!!
Vidionya liat di sini

Selasa, 10 Juni 2014

Goresan Hati


Dalam sepucuk surat yang bertengger di atas meja tua
Dalam goresan tinta yang semakin pudar termakan waktu
Dalam gemulai kata yang menghasilkan kalimat nan romantis
Ada jejak yang tak bertuan
Ada gubuk yang tak berpenghuni
Ada raga yang tak terjangkau
Terselip rasa yang ingin selalu memeluk bayangmu..


 

Gembel Ceria Template by Ipietoon Cute Blog Design