Selasa, 02 April 2019

Kalau Dengan Melepasnya Dia Bisa Kembali Tersenyum, Biarkanlah Dia Berlalu.


Mual itu ketika baru dua hari berstatus mantan, kamu melihat dia bergadengan mesra dengan orang lain. Mual banget, kan? Sakit sih, semacam ada perasaan kesal pengen jambak rambutnya, pengen tusuk-tusuk mukanya yang sok ganteng itu dengan jarum. Aku memalingkan wajah dan pura-pura tidak melihat. Tapi, tiba-tiba ada yang memanggilku.

“Hei, Nat. Ternyata kamu di sini juga?”

Spontan aku menghentikan langkah, mengatur nafas dengan baik. Berusaha menenangkan hati dan pikiran kemudian berbalik dengan senyum terpalsu yang kubuat dengan susah paya. 

“Oh hai Darlan. Iya, aku mau beli novel terbarunya Boy Candra.” 

“Udah ketemu?”

“Udah nih. Aku duluan ya..”

“Eh, sebentar. Kamu gak mau kenalan sama teman baruku?”

Jedarrr. Seperti tersambar petir, rasanya badanku kesetrum semua. Bahkan aku sudah tidak punya tenaga untuk berdiri.

“Kok diam, Nat..?”

Pertanyaannya membuatku sedikit mendapatkan kesadaranku kembali. 

“Hai, kenalin, aku Tiara, pacarnya Darlan.”

Gubrak. Gak bohong, kali ini aku beneran pusing. Aku mual. Aku lemes. Rasanya sedikit lagi aku akan mati. “Oh Tuhan, kuatkan hamba-Mu menghadapi kenyataan pahit ini”. Doaku dalam hati.

Brruuukkk. Aku terjatuh. Seseorang menabrakku. Aku berusaha membuka mata dan aku melihat seorang pangeran. Aku berusaha melihat dengan jelas, dia mengulurkan tangannya padaku, wajahnya makin kabur. Aku berusaha meraih tangannya tapi tiba-tiba semua terasa gelap dan aku sudah tak sadarkan diri.

***** 

“Kamu sudah sadar?” suara lembut itu terdengar tepat dihadapanku. Aku membuka mata perlahan-lahan dan oh my God, siapa lelaki tampan ini? Wajahnya bercahaya seperti pangeran dari kayangan.

“Nat, kamu sudah sadar?” suara sumbang itu langsung mengembalikan ingatanku pada kejadian beberapa menit yang lalu. Aku benci suara itu dan sekarang ia belagak sok perhatian terhadap aku. Ia mendekatiku dan menampilkan wajah panik dengan pertanyaan yang buat perutku mual, “apa tidak sebaiknya kita ke rumah sakit saja, Nat?” 

Pengen sekali aku teriak dihadapannya bahwa sesungguhnya yang butuh dokter saat ini adalah dia. Dia itu yang sakit otak. Apa coba maksud dia datang ke toko buku langgananku dengan mambawa pacar barunya. Apa dia mau menunjukkan bahwa pacarnya yang sekarang hebat, karena berhasil membujuk dia agar bisa bersama ke toko buku? Selama aku mengenal dia, Darlan adalah seorang manusia di bumi ini yang anti dengan toko buku. Mendengar namanya saja mungkin ia akan sekarat. Tapi siang ini, setan apa yang membawanya ke sini dan meremukkan hatiku separa ini? 

Aku berusaha berdamai dengan hatiku yang ingin sekali meludahi wajah munafik itu. Cukup sudah adegan memalukan yang aku ciptakan tadi. Aku harus bisa menguasai diri agar bisa mengambil sikap yang baik. Aku tidak akan menunjukkan kelemahanku lagi. Aku harus terima kenyataan bahwa ia telah menemukan pacar baru, walau baru dua hari kami putus. Karena begitulah cinta, bukan? Ia datang seperti pencuri dan hilang seperti hantu.

“Kamu tidak apa-apa? Aku minta maaf, karena terburu-buru aku tidak sengaja menabrakmu sampai pingsan begini. Aku sangat merasa bersalah. Aku akan menebus kesalahanku. Apapun yang kamu minta aku turuti, sekali lagi aku minta maaf.”

Suara itu menetralkan hatiku. Aku menatap baik-baik laki-laki yang sedang merasa bersalah di depanku saat ini. Dia baik. Dia tampan. Dan dia bertanggung jawab. Itu kesan pertama yang kudapatkan dari sepersekian menit bersama lelaki ini.

“Saya Nata, kamu benar-benar ingin menebus kesalahanmu dengan apapun yang ku minta?” tanyaku sambil mengulurkan tangan bermaksud menyalami dia sambil memperkenalkan nama.

Ia menerima salamanku sambil menjawab, “Saya Jerome. Iya, Nat. Apapun itu...” diikuti senyum yang tulus menurut penglihatan dan analisaku. Ia dia benar-benar tersenyum dengan tulus.

“Hei bro. Kamu gak usah repot-repot sampe segitunya. Nata ini emang suka pusing, jadi gausah ngerasa bersalah gitu. Kalau kamu buru-buru kamu pergi aja, Nata gak apa-apa kok”. Manusia sumbang di sampingku tiba-tiba ikut bicara seolah-olah dia punya hak atas diriku untuk bicara seperti itu

“Darlan, bukannya kamu harus nganterin Tiara nyari buku. Ngapain ngurusin orang di sini. Kasian pacarmu sudah menunggu dari tadi. Tiara, sori ya atas insiden tadi. Aku Nata, temannya Darlan dari kecil, jadi kalau kamu mau cari tahu tentang kekonyolan dia waktu kecil kamu boleh tanya aku. But, slamat ya, kamu wanita pertama yang berhasil membawa Darlan ke toko buku, karena tempat yang paling dibenci oleh Darlan seumur aku kenal dia adalah toko buku. Tapi hari ini, aku lihat dia sangat menikmati sejuknya toko buku. Kamu hebat, Ra..”

Gak tahu darimana kata-kata itu mengalir dengan sendirinya dari mulutku. Berkat Jerome aku lebih dari sehat saat ini. Sehat hati, dan sehat pikiran.

“Beneran, Nat? Serius Darlan gak suka toko buku? Tapi dia loh yang ngajakin aku ke sini, aku juga malas sebenarnya, tapi karna dia ngajakin untuk jalan-jalan sebentar ke toko buku, ya udah aku manut aja,”

“Darlan niat untuk jalan-jalan ke toko buku? Apa aku gak salah dengar? Seseorang yang sangat membenci toko buku menggunakan alasan ‘jalan-jalan’ untuk ke toko buku? Menurutku, itu gak masuk akal banget. Untuk tugas kuliahpun dia meminta aku untuk carikan di toko buku. Dan sekarang dia malah mengajak Tiara untuk jalan-jalan ke toko buku? Apa dunia secepat itu terbalik ya?” 

Aku geli sekaligus prihatin mendengar perubahan drastis dari seorang Darlan, baru dua hari sejak kami sepakat untuk putus karena kami merasa sudah tak saling cocok, dan kami memutuskan hubungan untuk tidak pacaran lagi dengan baik-baik, diapun mengiyakan walau dengan sedikit berat hati, tapi kami sepakat untuk tetap bersahabat. Lalu kenapa sekarang dia seperti ini? Dia rela berbohong hanya untuk menunjukkan pacar barunya padaku. Aku yakin, dia sengaja ajak Tiara ke toko buku untuk bertemu denganku, atau lebih tepatnya dia ingin menunjukkan padaku bahwa tak perlu waktu lama untuk mencari penggantiku. Dia ingin meyakinkanku bahwa ia telah mendapatkan wanita yang lebih baik dariku. Sedangkan aku, masih tertatih-tatih pasca putus dengannya. 

“Nat, kok jadi ngelamun? Kamu tahu gak aku dah semingguan loh pacaran sama Darlan, tapi gak pernah dia cerita kalau dia itu anti toko buku, malah dia ngajakin aku jalan-jalan ke sini. Dia juga sering ceritain kamu, kalau kamu itu sahabatnya dari kecil dan penggila novel Boy Chandra,”

Sisa kata-kata Tiara aku gak dengar dengan jelas karena aku mendadak shock dengan kalimat ‘udah semingguan pacaran’. Tanpa sadar aku mengucapkan kalimat itu dengan suara yang hampir tidak keluar, tapi cukup ditangkap oleh pendengaran Tiara.

“Loh, emangnya Darlan gak bilang, Nat? Katanya kamu sudah tahu kalau kami pacaran,” Tiara sedang sangat bahagia sehingga ia tidak bisa membaca perubahan raut wajahku. Entah dia pura-pura bego atau memang bego. 

Aku memalingkan wajah ke arah Darlan, meminta penjelasan atas apa yang barusan aku dengar, namun ia sibuk dengan handphone-nya dan seolah-olah ia tidak tahu menahu tentang apa yang kami bicarakan. 

“Nat, kalau gak keberatan aku antar kamu pulang sekarang ya, kamu harus istirahat,” Jerome membangunkanku dari mimpi buruk, dia membangunkanku sebelum aku pingsan untuk yang kedua kalinya. “Kamu kelihatan kurang sehat, aku antar pulang saja ya..” sambungnya lagi.

Sekuat apapun aku berjuang melawan rasa sakit, tetap saja aku lemah. Tetap saja aku sekarat apalagi dilukai sedalam ini. Kami putus dengan baik-baik dua hari yang lalu. Dia menyalahkan aku yang kurang memperhatikan dia. Dia menyalahkan aku karena aku lebih suka ke toko buku daripada nongkrong bareng dia di kafe. Dia menyalahkan aku karena aku lebih memilih kerja tugas daripada temani dia nonton film horor, sedangkan aku tidak suka film horor. Alasan-alasan itu yang membuat kami sepakat untuk berpisah. Dan alasan utama kami adalah bahwa kenyataannya kami lebih cocok sahabatan daripada pacaran. Karena selama kami jadi sahabat, kami selalu menikmati kebersamaan kami tanpa menyalahkan satu sama lain. Dan jujur rasa sayangku padanya sangat besar, entah itu rasa sayang sebagai sahabat atau pacar, yang jelas aku sangat menyayanginya, itulah sebabnya aku sangat terpukul dengan perlakuannya padaku saat ini. 

“Sebenarnya apa yang kamu inginkan dariku, Lan? Apakah persahabatan dan cinta yang pernah tumbuh diantara kita semunafik ini?” tiba-tiba saja air mataku jatuh, aku menyesal pernah begitu menyayangi laki-laki ini.

“Nat, kamu gak apa-apa?” Tiara kaget melihat mataku yang berkaca-kaca. 

“Wajahmu pucat, biar aku antarkan pulang,” Jerome langsung memegang lenganku dan berusaha menyandarkanku pada badannya. 

Tak ada lagi kata yang mampu keluar dari mulutku. Aku membiarkan Jerome memapahku keluar dari toko buku disaksikan Tiara yang mematung, mungkin dia baru menyadari bahwa ada sesuatu antara aku dan kekasih barunya itu.

****** 

Sejak itu aku sering berkomunikasi dengan Jerome. Dan makin akrab satu dengan lain. Diapun baru patah hati. Seminggu sebelum insiden tabrak menabrak itu, ia baru saja putus dengan pacarnya yang ketahuan diam-diam menjalin hubungan dengan adik sepupunya. 

Mungkin ini bisa dibilang kebetulan, bahwa dua orang yang dikhiati oleh pasangannya bertemu dan saling memberi semangat. Mungkin juga karena kami merasakan luka yang sama sehingga kami bisa saling menyembuhkan. Aku menjadi obat untuk luka masa lalunya, begitupun sebaliknya ia menjadi obat untuk luka masa laluku. Dan mungkin orang akan beranggapan bahwa kami sedang saling memanfaatkan, namun kenyataannya kami sedang membiarkan hati kami menemukan kenyamanannya sendiri. 

Sudah sebulan lebih kami saling menjaga sebagai orang yang pernah disakiti. Ia mulai terang-terangan mengatakan padaku bahwa ada perasaan asing yang ia rasakan ketika jauh dariku. Dalam mimpinya aku selalu hadir. Bahkan, aku mulai menghiasi pikirannya siang dan malam. Aku tersenyum malu-malu mendengar semua pengakuannya, karena sejujurnya aku pun merasakan perasaan itu. Bahwa ia juga selalu muncul dalam mimpi dan pikiranku. Selama dengannya aku benar-benar merasakan kenyamanan. 

Ditengah kenyamananku bersama Jerome, Darlan kembali mengganggu kehidupanku. Baik itu lewat telpon atau mendatangiku langsung di kampus, ia terus memaksaku untuk meluangkan waktu bersama dia di kafe favoritnya.  Jerome yang melihat sikap Darlan yang tidak bosan-bosan mengganggu kehidupanku, akhirnya mengijinkanku untuk memenuhi keinginan Darlan. Itulah sebabnya, sore ini Jerome mengantarku untuk bertemu Darlan di tempat yang sudah kami sepakati untuk bertemu.

“Akhirnya, kamu datang juga, Nat” ternyata dia sudah duluan di kafe ini. Satu lagi perubahan yang terjadi pada makluk ini, bahwa dia bisa datang lebih awal dari jam pertemuan yang sudah kami sepakati, karena dia sebenarnya dijuluki raja terlambat.

“Iya, ada apa ngajak ketemuan? Tiara mana?” jawabku tanpa basa-basi.

Come on, Nat. Gak usah terburu-buru. Kita minum dulu, makan dulu, berbagi kabar dulu, kamu gak kangen sama sahabatmu yang paling tampan ini?

Sumpah, aku pengen muntah dengar jawabannya yang seolah-olah menganggap bahwa pertemuan ini adalah reunian dua orang sahabat yang sudah terpisah jarak dan waktu bertahun-tahun.

“Aku gak ada waktu untuk basa-basi dengan sahabat yang sudah mencampakku demi seseorang yang lebih baik dariku,” 

“Nat, pliss. Aku ngajakin kamu ke sini bukan untuk membahas masa lalu tapi aku mengajak kamu ke sini itu untuk menghapus masa lalu dan kita kembali menciptakan masa depan yang lebih baik. Aku kenal kamu dari kecil, Nat, aku tahu bahwa rasa sayang kamu padaku itu sangat besar, aku tahu kamu tidak akan pernah bisa benar-benar membenciku, walaupun ada Jerome, tapi dilubuk hati kamu yang paling dalam, masih ada aku di sana yang tidak akan tergantikan oleh siapapun. Hanya aku yang bisa membuatmu bahagia, hanya aku, Nat. Aku menyadari kelalaianku di masa lalu, itulah sebabnya aku mengajak kamu ke sini untuk memperbaiki semua kehancuran yang sudah kubuat, aku minta maaf telah menghancurkan persahabatan kita dengan cara yang pengecut. Aku minta maaf dan aku mohon tolong beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Aku masih sangat mencintai kamu Nat, rasa cintaku padamu lebih besar dari rasa yang dimiliki Jerome terhadapmu.”

“Lan, kamu tahu gak kalau cinta juga punya masa berlaku? Dan cintaku padamu itu udah kedaluarsa. Udah habis masa berlakunya. Jadi simpan rasa sok tahumu itu tentang perasaanku seperti apa. Iya, memang kamu sangat mengenalku, tapi itu dulu, sebelum kamu mencampakkanku. Saat ini, di mataku kamu tak lebih dari seorang pecundang. Kamu sadar gak yang kamu lakuin itu nyakitin aku banget? Kamu selingkuh, Lan. Kamu selingkuhin aku. Kenyataan bahwa berakhirnya hubungan kita bukan karena ketidakcocokan melainkan karena kamu sudah menemukan Tiara yang jauh lebih baik dari aku itu sakit banget, Lan. Lebih sakit dari semua rasa sakit yang ada di dunia ini. Aku tidak peduli rasa sayang siapa yang lebih besar antara kamu dan Jerome, namun kenyataannya bahwa kamu mencampakkanku demi seorang yang baru kamu kenal itu yang membuatku muak dan menyesal pernah begitu sayang sama lelaki seperti kamu....”

“Hubungan aku sama Tiara itu kecelakaan, Nat..” ia langsung memotong pembicaraanku. 

“Demi Tuhan, Nat. Aku sama sekali tidak mencintai Tiara. Aku jadian sama dia itu bukan karena niatku untuk selingkuhin kamu. Aku jadian sama dia juga bukan seperti waktu aku nembak kamu. Di kafe ini, Edgar hanya nyeletuk kalau aku ingin jadi pacarnya Tiara, dan spontan saat itu Tiara langsung mengiayakan dan udah aku jadi pacarnya dia. Hanya seperti itu, Nat, ceritanya. Aku gak bohong. Aku berniat untuk putus dengan dia setelah hari pertama ia terima cintaku, tapi karena aku kesal sama kamu yang selalu sibuk setiap kali aku ajak nonton dan gak pernah mau aku ajak main ke kafe ini, aku jadikan Tiara sebagai pelampiasan kekesalanku. Setiap aku ajak nonton kamu gak mau aku ajak Tiara, setiap aku ajak ke kafe ini kamu gak mau, aku ajak Tiara. Aku sadar aku jahat. Aku mempermainkan cinta kalian. Tapi aku gak ada pilihan saat itu, Nat. Tiara mengisi kesepianku, saat kamu mengabaikanku.”

“Cukup, Lan. Kita udahi pembicaraan ini. Semua tidak ada gunanya dijelaskan lagi panjang lebar. Intinya sekarang kamu sudah punya Tiara dan aku sudah punya Jerome. Kita urus masa depan kita masing-masing,” aku gak punya tenaga untuk mendengar lebih banyak lagi penjelasan dari Darlan.

“Aku belum selesai ngomong, Nat. Kamu bisa tutup telinga kalau kamu gak mau lagi dengar penjelasanku. Yang penting kamu tetap duduk disitu dan biarkan aku menjelaskan semuanya.”

Aku menarik napas panjang, dan menghembusnya perlahan-lahan. Dalam hati aku terus menyebut nama Jerome.

“Tentang berakhirnya hubungan kita. Aku hanya ngetes kamu, Nat. Aku hanya ngetes seberapa banyak kamu mempertahankan hubungan kita. Tapi kamu langsung memutuskan untuk kita berhenti pacaran dan jadi sahabat saja. Kamu kira aku gak sakit, Nat? Segampang itu kamu menyerah mempertahankan hati yang sudah kamu genggam dengan erat? Itu yang buatku benci sehingga aku mengajak Tiara mendatangi toko buku, demi hanya untuk menunjukkan padamu bahwa aku telah mendapatkan penggantimu. Benar dugaanmu bahwa tujuanku ke toko buku adalah untuk menunjukkan padamu bahwa aku telah berhasil menemukan penggantimu. Aku ingin membuatmu menyesal, aku ingin menghukummu karena sikapmu yang tak bisa mempertahankan hubungan kita.” 

“Belum selesai pertemuannya?” suara Jerome mengagetkan aku juga Darlan.

Tanpa disuru Jerome langsung duduk di sampingku, “Darlan, kamu ngajakin Nata ke sini cuma untuk mandangin meja yang kosong? Setidaknya sebelum kalian bicara, minumlah sesuatu yang menyejukkan tenggorokan,” Jerome langsung memanggil pelayan kafe dan memesan minuman untuk kami bertiga. 

Lagi-lagi Jerome jadi penyelamat. Aku tidak bimbang dengan hatiku. Mendengar semua penjelasan Darlanpun tidak mengurangi sedikitpun rasa sayangku pada Jerome, karena apa? Karena selama Darlan komat kamit menjelaskan hubungan kami yang sudah hancur berantakan, dalam hati aku terus menyebut nama Jerome.

“Lan, kamu gak keberatan kan aku duduk di sini? Aku hanya takut, gadisku pingsan lagi seperti waktu pertama kali kita ketemu. Kalian boleh lanjut bicara, anggap saja aku gak ada di sini.” Jerome memecah kekakuan yang tercipta antara aku dan Darlan.

“Nat, aku sudah putus dengan Tiara. Ia sadar bahwa dihatiku hanya ada kamu, dan ia sekarang membenciku karena Edgar telah menceritakan padanya apa yang sebenarnya terjadi dan bahwa aku sedikitpun tak menaru hati padanya. Sekarang semua tergantung kamu. Seperti yang aku bilang tadi, bahwa rasa sayangku padamu lebih besar dari rasa sayang yang dimiliki Jerome untukmu. Kalau kamu memberiku kesempatan, aku akan memperbaiki semua kehancuran yang sudah kubuat. Aku janji, Nat. Aku janji.” Darlan benar-benar tidak memperdulikan Jerome. Ia tetap melanjutkan pembicaraannya tanpa terganggu oleh kehadiran Jerome.

Aku melirik Jerome, ia sibuk main COC di hp-nya, tapi aku yakin, ia sedang memasang telinga pada pembicaraan kami. Huuuhhh aku gugup. Banyak yang ingin kuledakkan di depan Darlan, tapi semua seperti terbungkus rapat dalam mulut, susah untuk keluar. Aku meneguk sedikit ice lemon tea yang sudah dipesan oleh Jerome, mengatur napas dalam-dalam dan berusaha berbicara dengan tenang.

“Terimalah dengan lapang. Kalau dengan melepasmu dia bisa kembali tersenyum, biarkanlah dia berlalu. Sebab denganmu mungkin yang dia dapatkan hanyalah rasa pilu. Biarlah ia kembali terbang mengembara menemukan apa yang benar-benar dia cari. Barangkali denganmu hanyalah sebatas pelengkap kisah hidup yang dia lalui. Bukankah pada beberapa hal, manusia hanya dijadikan tempat untuk persinggahan? Dan kini saatnya dia pergi. Maka berilah kesempatan baginya untuk melebarkan sayap. Apa gunanya kamu terus memaksa tubuhnya untuk tetap tinggal, sementara pikiran dan perasaannya sudah melayang kemana-mana. BOY CHADRA, dalam buku JATUH DAN CINTA”

Aku mematung. Darimana Jerome menghafal dengan sangat baik kata-kata itu. Baru seminggu yang lalu dia meminjam novelnya Boy Chadra yang judulnya ‘Jatuh dan Cinta’ dan sekarang kata-kata itu mengalir dengan sangat baik dari seorang yang sedang asyik bermain COC. 

“Jangan menatapku terlalu lama, Nat. Nanti cintanya nambah loh,” aku makin salah tingkah. Karena tebakan Jerome benar, bertambah lagi satu rasa cintaku padanya, karena kata-kata luar biasa milik Boy Chadra yang diucapkannya tadi.
Dalam hati aku bersyukur atas kedatangan Jerome. Setidaknya aku bisa menetralkan hati menghadapi Darlan. 

“Darlan, kita pernah menjadi dua orang yang saling menyayangi dengan tulus. 2 tahun sudah kita berganti status dari sahabat menjadi pacar. Banyak hal yang kita lalui, mungkin rasa bosan membuat kita terantuk. Sayangnya, saat terantuk kita bukan dibangunkan oleh orang yang sama. Kamu dibangunkan oleh Tiara, dan naasnya Tiara tak cukup kuat menggenggam tanganmu hingga kamu terjatuh dan lupa jalan pulang. Mari kita melihat kenyataan saat ini, bahwa cinta kita sebagai sepasang kekasih telah lama berakhir. Takdir mempertemukan kita dengan seseorang yang berbeda. Maka jadikan masa lalu itu sebagai pedoman untuk kita membangun hubungan dengan siapa saja ke depan, hingga luka yang sama tak menyayat banyak hati. Sebagai sahabat, kamu masih punya tempat teristimewa dalam hatiku, karena dari awal kita memang diikat oleh persahabatan, hanya saja takdir tak mengijinkan kita melangkah lebih, mengkhianati persahabatan yang kita mulai dengan tulus.”

“Aku nyesel Nat, aku benar-benar menyesal telah menyia-nyiakanmu sebagai kekasih terbaikku selama ini. Jer, kamu ijinan atau tidak aku akan kembali hadir lagi dalam kehidupan gadismu untuk memperbaiki kesalahan masa laluku walau hanya sebatas sahabat. Dan satu yang aku minta kamu maklumi sebagai lelaki sejati, jangan memaksaku untuk menghilangkan rasa sayangku yang lebih besar darimu ini terhadap Nata, tapi seiring berjalannya waktu aku akan berusaha tahu diri dan menetralkan kembali perasaannku pada Nata, layaknya seorang sahabat. Terima kasih sudah meluangkan waktu mendengar semua kegalauan yang kusimpan dengan rapi selama ini. Dan terima kasih juga Jer, kamu mengikuti gadismu ke sini, kalau tidak, aku akan menculik Nata, dan membawanya pergi ke negeri dimana tidak ada kamu di sana.”

Jerome hanya merespon kata-kata Darlan dengan senyum yang aku sendiri tidak tahu maksudnya. Tapi aku rasa kami akan baik-baik saja ke depan, karena kami sudah berbicara dari hati ke hati dan tidak ada lagi yang tersembunyi, yang jelas hatiku sudah mantap pada Jerome. 
 

Gembel Ceria Template by Ipietoon Cute Blog Design