Senin, 29 April 2013

Hatiku Milikmu Selamanya

Aku tertunduk lesu memandangi kalimat demi kalimat yang berjejer sangat rapih di atas kertas putih yang aku genggam saat ini. Dengan berlinang air mata aku berusaha membaca kata-kata terakhirmu yang tak mampu kau ucapkan langsung di hadapanku. Aku lemah dan tak berdaya. Kata-katamu melumpuhkan tenagaku, menghisap seluruh energi yang hanya tersisa sedikit.

"Mengapa selama ini kamu tak memberitahuku tentang penyakit yang akan membunuhmu?" 
"Aku tak mau merepotkanmu, aku tak mau membebanimu karena aku sayang kamu," itu jawaban yang aku dapatkan dari goresan tinta hitam ini.

Kembali aku tertunduk dalam kebodohanku. Memunguti serpihan demi serpihan yang baru saja jatuh dan hancur. Itu hatiku. Menjadi terkikis dan berjatuhan di sela-sela kakiku hingga aku tak mampu untuk melangkah karena kalimatmu yang barusan aku baca.

"Selamat tinggal Jo, aku akan selalu menyayangi kamu walau dunia kita telah berbeda,"

Sejenak aku menempelkan kedua telapak tanganku di dada. Ternyata jantungku masih berdegup. Mengapa tidak terhenti? Kukira saat ku baca kalimat terakhir, kalimat perpisahan yang masih menyisahkan cinta, maka semuanya akan menjadi titik. Paragraf kenangan kita selama ini akan menjadi cerita yang berakhir tak sempurna karena tidak ada akhir yang bahagia.
Lalu aku mencoba merespon kata-kata itu dengan senyum. Tak berlebihan. Sedikit saja. Demi memuaskan hatiku yang sudah hancur berkeping-keping. Namun aku sadari bahwa aku tak bisa. Kini, bekas yang jatuh semakin terasa perih. Kalimat perpisahan yang kamu tinggalkan untukku menggoresku terlalu banyak.

"Mengapa harus kamu?"

Sebenarnya pertanyaanku terlalu bodoh. Aku, kamu sama-sama tahu bahwa semuanya akan melalui titik. Setiap kenangan akan berakhir di suatu waktu. Pejalanan kita akan berakhir di suatu gang buntu, dan hatiku akan berakhir di hatimu. Kamu yang selalu terlihat sempurna di mataku. Kamu yang selalu tampil sehat dan kuat di hadapanku. Kamu yang selalu membuat aku menjadi orang yang pantas dicintai.

Andai aku bisa memohon, aku ingin bisa menembus batas itu. Antara kamu dan aku. Antara Tuhanmu dan Tuhanku. Andai aku tahu letak tangga Surga itu, akan kugantikan tempatmu denganku. Kini semuanya tumpah ruah mengaliri pipiku, tanpa ada lagi jarimu yang menghapusnya. Menghapus luka, juga ngilu yang semakin menemani perih ini. Aku hanya terisak dalam andai.

Tak ada yang harus disesali. Cepat atau lambat semuanya memang harus berakhir di suatu kalimat yang membuat kita sadar bahwa tidak ada yang bisa menembus batas itu. Mengapa kita harus ditakdirkan bersama jika suatu saat nanti aku dan kamu akan dipisahkan oleh batas itu? Tentu karena kenangan sesaat lebih berharga daripada tidak sama sekali.

Aku sangat beruntung bisa menjadi orang yang bersandar di pundakmu saat itu. Menghapus air matamu saat hatimu sedang kacau. Menjadi seorang yang kamu cintai melebihi apapun. Menjadi insan yang selalu kau kirimi kata "I love you".

"Selamat jalan sayang, aku dan kamu akan selalu menjadi kita walau batas itu telah memisahkannya. Hatiku masih milikmu, selamanya..."

Jumat, 26 April 2013

Cermin

Sebuah cerita tentang keluarga yang belum mengenal "Cermin"

Siang itu seorang bapak, sebut saja namanya Pak Iwan, baru pulang dari bekerja di luar kota. Saat memasuki halaman rumahnya, Pak Iwan melihat ada sebuah benda yang bercahaya karena terkena pantulan sinar matahari. Saking penasarannya Pak Iwan pun mendekati benda tersebut dan mengamatinya. Sesaat ia memperhatikan gambar yang ada dalam benda tersebut. 
"Pasti ini foto selingkuhan istriku selama aku berada di luar kota kemarin. Aku harus menyelidikinya," gumam Pak Iwan sambil menyembunyikan benda tersebut ke dalam tumpukan bajunya dalam ransel. 
Keesokan harinya, Pak Iwan langsung siap-siap untuk bekerja lagi. Karena capek, semalam ia lupa menanyakan perihal benda yang ia temukan di halaman rumah. 
Setelah suaminya pergi, Bu Sri yang adalah istri Pak Iwan merapikan baju-baju Pak Iwan yang masih tertinggal di ransel untuk di isikan dalam lemari. Ditengah asyiknya Bu Sri mengeluarkan satu per satu pakaian Pak Iwan, ia terkejut melihat sebuah benda yang sangat asing baginya. Ia mengangkat benda tersebut dan mengamatinya. 
"Foto siapa di dalam ini, pasti ini foto selingkuhannya suamiku. Dia alasan kerja ke luar kota, padahal dia selingkuh sama perempuan di foto ini!" Dengan geram, Bu Sri mendatangi ibu mertuanya yang lagi asyik menyulam. 
"Bu, lihat nih kelakuan anak ibu, masak dia selingkuhin aku. Dia selingkuh sama perempuan yang ada di dalam benda ini," ngamok Bu Sri pada ibu mertuanya.
"Masak iya? Sini ibu lihat!" kata ibu mertuanya sambil meraih benda itu dari genggaman menantunya. 
"Loh! Kamu gak usah cemburu kayak gitu, yang di foto ini kan sudah tua, mungkin seumuran sama aku. Jadi gak mungkin suami kamu selingku sama nenek-nenek!" jawab ibu mertuanya dengan senyum.
"Aduh ibu, itu foto wanita cantik, bukan nenek-nenek, coba dilihat baik-baik" Banta Bu Sri sambil meraih benda itu dari tangan ibu mertuanya.
Ibu mertuanya tidak mau kalah, dia merampas kembali sambil berkata, "Udah dilihat baik-baik, Ini gambar nenek-nenek loh, bukan wanita cantik"
Alhasil menantu dan mertua berantem memperebutkan benda yang adalah cermin itu, hanya karena wajah berbeda yang ada di dalamnya.
Ayah mertua dari Bu Sri yang lagi asyik baca koran di halaman belakang, merasa terganggu dengan suara ribut-ribut dari dalam rumah. Ia pun beranjak dan menuju asal keributan. Ia terkejut melihat istri dan menantunya memperebutkan sesuatu yang sangat asing baginya. 
"Stop! Stop! Ada apa ini ribut-ribut?" tanyanya sambil mendekati dua orang itu.
"Ini nih anak bapak, si Iwan. Masak dia selingkuh sama orang yang di foto ini!" jawab Bu Sri dengan nada kesal. 
"Yang benar? Coba sini bapak lihat," kata bapak mertuanya dengan tenang. Setelah melihat gambar yang ada di dalam benda tersebut, ia itu langsung berteriak histeris, 
"Yaaaaa Tuhannnn! Ternyata anakku selama ini homoooo, sama kakek-kakek laaggiiii!!"

Minggu, 21 April 2013

7 hari ringankan Pata Hati

Minggu pertama setelah putus memang jadi minggu terberat untuk dijalani. Untuk meringankannya, coba deh, lewati tujuh tahap berikut:

Hari 1
"Menangis sepuasnya"

Hari 2
"Tuliskan apapun yang sedang kamu rasakan dan pikirkan, termasuk berbagai umpatan, untuk meluapkan kemarahan dalam sebuah diary atau jurnal"

Hari 3
"Daftarkan semua kesalahan si dia, sampai kita merasa bersyukur sudah berpisah dengannya."

Hari 4
"Stop mencari cara untuk bisa menghubungi si dia. Kalau perlu, block akun media sosialnya untuk sementara agar kita lebih mudah move on"

Hari 5
"Coba kegiatan baru yang membutuhkan konsentrasi dan bisa menghilangkan dia dari pikiran kita"

Hari 6
"Atur jadwal untuk hangout bersama keluarga ataupun sahabat"

Hari 7
"Berusahalah untuk belajar dari kegagalan kemarin, dan jadilah pribadi baru"

Good Luck :)

Senin, 15 April 2013

Baksos Part 3 (Paskah bersama)

Kemenangan dialami setiap insan kristiani saat merayakan paskah. Merayakan kemenangan Sang Kristus sungguh akan lebih indah jika kita berbagi sukacita dengan orang-orang yang kita sayangi. Kami, Tim Baksos HMPS Pendidikan Matematika, Universitas Sanata Dharma memilih merayakan kemenangan Sang Juru Selamat bersama anak-anak yang berada di balik hamparan sawah yang begitu luas nan indah, yang jauh dari keramaian dan kebisingan kota.

Mereka adalah anak-anak yang masih sangat membutuhkan perhatian kita. Mereka adalah anak-anak yang sedang merangkak meraih kesuksesan yang tertancap di pucuk pohon kehidupan. Mereka butuh jiwa mudah yang mau membimbing mereka, yang mau menemani mereka merangkak perlahan-lahan demi mencapai "sesuatu" yang tertancap di pucuk pohon itu.

Kami adalah jiwa-jiwa mudah yang siap membantu mereka, dan itulah tujuan kami berada di sini, di SD Kerten Kanisius, Klaten. Berbekal ketulusan kami bersedia merangkak bersama mereka untuk menggapai kesuksesan itu.

Baksos merupakan salah satu wujud kegiatan kami untuk membantu mereka yang terpencil, yang jauh dari keramaian kota. Mereka di pelosok sana, bukan berarti mereka tak tahu apa-apa, bukan berarti mereka kalah dari anak-anak di perkotaan. Malah, semangat juang mereka lebih tinggi. Ditengah kekurangannya mereka tetap berusaha belajar dan terus merangkak dengan penuh semangat. Mereka sebenarnya tak butuh pengasihan dari siapapun, yang mereka butuhkan hanya sentuhan dan dorongan, dengan begitu jiwa mereka akan terangkat dan sampailah mereka pada tujuan, yaitu menggapai "sesuatu" yang adalah "kesuksesan".

Mereka memang nakal dan jahil, tapi ketika kita sabar dan terus membimbing dan mengarahkan, mereka bisa menjadi sangat aktif dan kreatif. Mereka diam dan cenderung malas, namun sebenarnya mereka sedang mencari perhatian kita. Ketika kita pandai mengambil hati mereka, maka mereka bisa menjadi kawan yang baik dan pasti memberi warna dalam hidup kita.

Berikut adalah sebagian foto-foto kegiatan Tim Baksos HMPS Pendidikan Matematika, Universitas Sanata Dharma saat merayakan paskah bersama anak-anak di SD Kerten Kanisius, Klaten.

   Kegiatan Paskah bersama sangat seru. Anak-anaknya nampak semangat saat diajak bermain, walaupun semangatnya untuk ribut/gaduh lebih besar, namun kami tetap menikmati.

Semangat mereka berlarian untuk mencari telur paskah, membuat kami juga ikut bersemangat menyemangati mereka.

Beberapa telur yang berhasil mereka kumpulkan. Mereka sungguh hebat karena dari 50 butir telur yang disembunyikan oleh kami, mereka berhasil menemukan 47 butir telur. Hebat!









Saat merias telur, kami senang banget karena menyaksikan mereka begitu kreatifnya menggunakan bahan-bahan yang kami berikan untuk merias telur, dan hasilnya sungguh memuaskan. Mereka ternyata bisa pintar berkreasi.

Akhirnya, aku sangat berterima kasih kepada salah satu murid yang bernama Vian, yang memberikan aku kartu ucapan.

Foto yang disamping adalah foto aku bersama Vian.

"Makasih ya dek, kartu ini akan jadi kartu teristimewa dari semua kartu yang pernah aku dapatkan," 

Telur yang dipegangnya adalah hasil riasnya loh, lucu dan bagus kan.. hehe

Senin, 08 April 2013

Baksos Part 2


Ini ceritaku saat hari kedua melaksanakan baksos di SD Kerten Kanisius, Klaten.

Kali ini aku jadi tim kreatifitas untuk kelas 4 membantu Ika. Berdua dengan Ika, kami menghendel kelas 4.  Dari cerita-cerita yang kami dengar, kelas  4 ini terkenal nakal dan bandel. Aku makin penasaran seperti apa nakal dan bandel anak-anak kelas 4 ini.

Aku dan Ika masuk ke kelas setelah jam istirahat. Jadi, saat mereka istirahat, aku dan Ika menggunakan kesempatan ini untuk masuk ke dalam kelas terlebih dahulu sekedar melihat suasana dan ruangan kelasnya sebelum mengajar. Anak-anak kelas 4 terlihat manis-manis di luar kelas. Mereka mendekati kami dan bertanya banyak hal, seperti: "Mbak, ntar ngajar di kelas kami ya?" "Mbak, ntar ngapain aja sih di kelas?". Itulah salah satu dan salah dua pertanyaan dari mereka yang buat aku makin tak sabaran untuk berdinamika bersama mereka di kelas. Anak-anak yang lain cuma ngeliatin kami dengan pandangan yang aku sendiri tidak bisa deskripsikan, entah apa yang dipikiran mereka hanya Tuhan dan mereka yang tahu. Yang jelas, kesan pertama saat bertemu mereka di luar kelas jauh berbeda dengan cerita teman-teman dan guru-guru yang sudah mengajar di kelas 4. Tidak terlihat kesan nakal dan bandel, malah sikap mereka sangat manis dan itu membuat aku senang karena merasa diterima di kelas ini. Aku sudah membayangkan betapa menyenangkan belajar bersama mereka.

Bel berbunyi pertanda jam istirahat sudah usai dan saatnya mereka kembali belajar. Berhamburan mereka memasuki kelas masing-masing dengan berlarian. "Semangat banget sih mereka untuk belajar, sampai larian seperti itu," gumamku sambil tersenyum melihat anak-anak yang sebentar lagi akan main bersama aku dan Ika, berebutan masuk kelas.

Aku membayangkan kalau aku seperti mereka. Saat pergantian kelas atau pergantian mata kuliah, aku dengan semangat berlarian menuju ruang berikutnya untuk mengikuti kuliah selanjutnya. Namun, itu sepertinya mustahil. Berlarian seperti itu mungkin hanya terjadi saat telat masuk perkuliahan sang Dosen yang terkenal disiplin dan killer. Atau berebutan masuk kelas seperti itu hanya terjadi saat ujian doang, sampai-sampai ada yang rela terjepit di antara pintu masuk karena semua ingin menjadi orang pertama yang masuk ke dalam. Bukan karena semangat mengikuti ujian, tapi untuk mencari tempat duduk yang aman. Tempat duduk menentukan prestasi! Itulah kepercayaan yang dianut oleh pelajar jaman sekarang, dan akupun menganut kepercayaan itu. hehee

Kembali ke pembicaraan tentang anak kelas 4. Setelah penghuni kelas 4 sudah masuk semua, aku mulai mengajak mereka untuk memperhatikan aku dan Ika.  Dan ternyata, gubrak!! Anak-anaknya pada gak ada yang dengerin kami berdua. Dengan susah payah aku sama Ika menenangkan kelas yang mendadak seperti pasar itu, namun usaha kami sia-sia. Aku dan Ika cuma saling berpandangan. Benar kata teman-teman, bahkan anak-anak ini berhasil mengelabui kami.

"Adik-adik, hari ini kita akan belajar sambil bermain ya. Kita akan belajar membuat jaring-jaring kubus dan balok," Aku dan Ika meneriakkan kalimat itu secara bergantian, namun mereka tetap saja acuh. Tidak patah semangat, aku dan Ika kembali mengkumandangkan kalimat yang sama, dan dalam kegaduhan itu aku berusaha berteriak lagi, "Nih kakak punya spidol, gunting, lem dan kertas karton. Kalian gambar jaring-jaringnya dulu di atas karton ya.." Anak-anak yang lain sudah diam setelah melihat aku dan Ika menunjukkan barang-barang bawaan kami.
"Nah sekarang kalian gambar di kertas karton ini (sambil menunjukkan kertas karton) sesuai dengan gambar di papan," Ika menggunakan kesempatan diamnya mereka yang cuma sedetik itu untuk memberikan instruksi.
"Untuk adik-adik yang punya spidol dan penggaris boleh di keluarkan," sambung Ika lagi. Saat Ika sedang memberikan instruksi penggunaan alat-alat intu, aku mulai membagikan kertas karton, spidol, lem serta gunting. kelas kembali gaduh.

"Mbak, aku mau yang warna merah," "Mbak, aku gak punya penggaris," "Mbak, aku belum dapat gunting," Mbak, tukar mbak aku gak suka orens aku maunya warna hijau." Teriakan mereka yang terdengar seperti lomba aduh suara tertinggi mendadak bikin kepalaku pusing. Ika juga sepertinya kesal di depan, karena anak-anak bukannya mendengarkan instruksi dari dia, malah teriak-teriak minta/tukar ini-itu. Kami terpaksa harus berjalan ke sana-sini meyerahkan/mengganti alat-alat sesuai yang mereka mau. Setelah semuanya habis terbagi, dan masing-masing mendapatkan semua bahan yang diperlukan sesuai selera masing-masing, suasana kembali membaik. Aku menarik napas legah.

"Mbak, ini gimana gambarnya, aku ora iso e mbak," Yudha, murid paling nakal dan bandel di kelas mulai membuat kegaduhan. Mendengar Yudha teriak, anak-anak yang lain ikutan gaduh. "Mbak, aku juga gak bisa nih, gimana sih caranya?"

Aku mendekati Yudha yang adalah biang keributan di kelas, dia terlihat malas dan tidak mau membuat garis seperti yang diajarin Ika.
"Yud, mana garisnya?" tanyaku ketika sampai di dekatnya. Bukannya jawab, Yudha malah pinda tempat duduk di sebelah temannya yang bernama Aji. Dia malah usilin Aji, dia menarik penggaris Aji yang sudah siap menggambar garis lurus. Spontan saja Aji teriak, "Yudhhaaaa!!!!!!"
Melihat itu, aku mendekati Yudha yang tertawa senang karena berhasil membuat kacau gambar garis lurus yang dibuat Aji.
"Yud, kamu gak usah gangguin Aji, mending kamu buat sendiri aja. Gampang kok, tinggal narik garis lurus aja." Kataku sambil meletakkan penggaris dan kertas karton di depannya. "Ah, malas ah!" Balasnya sambil menghindar.

Aku benar-benar kesal menghadapi murid yang satu ini. Nakal dan sangat acuh. Masih pusing aku membujuk si Yudha yang gak mau membuat garis lurus, anak-anak yang lain teriak minta diajarin. Aku membiarkan Yudha nerusin pekerjaannya dan membimbing anak-anak yang lain yang terlihat semangat mengikuti gambar di depan yaitu membuat jaring-jaring kubus dan balok. Baru beberapa menit aku menjauh darinya, Yudha sudah membuat ulah.
"Mbak, Yudha nih ngambil pensilku." Teriak Marsel. "Mbak, Yudha narik-narik penggaris aku lagi nih," Aji kembali bermasalah dengan penggarisnya. "Mbak, Yudha ngambil kertas karton aku," teriak yang lain.

Aku dan Ika kehabisan kata-kata. Kejahilan Yudha benar-benar buat kami kesal tingkat dewa. Setelah menenangkan anak-anak korban kejahilan Yudha, aku kembali mendekatinya dan menyuruh dia membuat garis lurus. Meskipun sadar bahwa ini yang kesekian kalinya aku menyuruh dia membuat garis lurus, namun dia masih saja acuh.
"Yud, kamu buat garis lurus dong, masak kamu kalah dari Aji. Lihat tuh Aji, dia gambar garis lurusnya rapi banget. Kamu mana? Bisa enggak?" Kataku dengan nada sedikit menantang.
Ternyata Yudha merasa tertantang, tanpa aku sadari dia menarik kertas karton dan mulai menggambar garis lurus. Dia melaksanakan tugasnya dengan baik, dan hasilnya membuat aku tersenyum puas. Dia menjadi anak pertama yang selesai membuat kubus, beberapa menit kemudian, seorang anak lagi berhasil membuat balok. Karena waktunya sudah habis dan masih banyak yang belum selesai, akhirnya tugas membuat balok dan kubus itu dilanjutkan di rumah masing-masing.

Satu hal yang membekas di hatiku saat mengajar di kelas 4 ini. Yudha, anak yang sangat jahil, berhasil membuat aku tersenyum. Rasa kesal yang tertahan di hati selama melihat tingkahya yang gak bisa diam dan selalu menimbulkan keributan seakan menghilang ketika dia berhasil menjadi orang pertama yang menyelesaikan tugasnya. Ternyata anak yang terlihat nakal, tidak seburuk yang kita lihat dan tidak separah yang kita bayangkan.

Selasa, 02 April 2013

Baksos Part I


Awal ketika tahu akan mengadakan baksos (bakti sosial) di tempat ini, aku bertanya dalam hati. Seperti apa sih tempatnya? Karena kata teman-teman yang survei ke sana, tempatnya lumayan jauh dan letaknya di pelosok pedesaan yang jauh dari keramaian kota.

Tanyaku terjawab ketika hari pertama aku bersama teman-teman benar-benar pergi mengunjungi tempat itu. Ketika memasuki daerah Klaten, aku masih bertanya lagi, masih jauhkah? Saking penasarannya aku beneran gak sabaran untuk berjumpa dengan murid-murid di sana.

Kami harus melewati area jalan yang cukup ekstrim untuk mencapai sekolah tersebut. Kami harus berjalan dengan mengendarai motor di pinggiran sawah. Bayangkan saja, jika lengah maka akan terjatuh di sawahan milik penduduk sekitar.

Setelah melalui perjuangan melewati area persawahan dengan sangat hati-hati, kami akhirnya sampai juga di SD Kanisius Kerten, Klaten.

Bahagia dan nyaman yang aku rasakan ketika pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini. Saat aku turun dari motor dan menatap sekeliling, aku dapati wajah-wajah asing itu menyambut kami dengan penuh ceria. Wajah polos dan ceria mereka berhasil membuat aku jatuh cinta pada mereka. Sungguh aku jatuh cinta pada wajah-wajah asing itu. Diam-diam aku berdoa dalam hati agar suatu saat nanti, wajah dan senyum ceria mereka menjadi bagian dari senyumku. Aku berharap bisa merasakan kekanak-kanakan dan kepolosan mereka. Itu harapanku beberapa menit saat bercengkrama bersama mereka di tempat parkiran.

Setelah berkenalan dengan beberapa anak di parkiran, kami menuju ke ruang guru untuk bertemu dengan guru-guru dan kepala sekolah. Kami di sambut dengan ramah oleh mereka. Nambah satu lagi harapanku di sekolah ini. Aku sebagai calon guru, berharap mendapatkan minimal cerita pengalaman mereka saat mengajar anak-anak di tempat yang jauh dari keramaian ini. Mereka jauh dari kota, namun semangat mereka tak kalah dengan anak-anak di perkotaan untuk menuntut ilmu.  Aku berharap, banyak pengalaman baru yang aku dapatkan di tempat ini. Aku berharap dengan berkegiatan di sekolah ini, aku makin mencintai dan mensyukuri akan profesi guru yang Tuhan percayakan padaku.

Berikut adalah dokumentasi selama kami bercengkrama di sekolah tersebut!


Foto Kepala sekolah SD Kanisius Kerten
Guru-guru SD Kanisius Kerten
 Di bawah ini adalah foto-foto siswa-siswi SD Kanisius Kerten


Selama di sana juga, kami bermain bersama anak-anak, salah satu permainannya yaitu gaja duduk. Permainannya seru dan anak-anak terlihat semangat bermain bersama kami.
Ini salah satu dokumentasi saat kami bermain bersama anak-anak di sekolah ini.


Divisi Sedape (Seminar dan Pengembangan) HMPS Pendidikan Matematika, Universitas Sanata Dharma, benar-benar tidak salah memilih sasaran untuk melaksanakan baksos. SD Kanisius Kerten, Klaten merupakan sasaran yang tepat dan aku sangat beruntung menjadi salah satu tim yang bergabung di dalamnya. Aku tidak menyesal telah mengikuti baksos di tempat ini.

Ceritanya gak cukup sampai sini loh..

Nantikan cerita-ceritaku selanjutnya saat bermain dan belajar bersama anak-anak yang sungguh menggemaskan di sekolah ini!!!
 

Gembel Ceria Template by Ipietoon Cute Blog Design