Sebelum
gue benar-benar meninggalkan tanah Jawa dan kembali ke kampung halaman gue di
NTT, Sumba Barat Daya, gue ingin jalan-jalan dulu. Malang adalah tempat
yang gue pilih untuk menghabiskan sisa petualangan gue di tanah rantauan.
Di Malang,
gue dan kakak gue tinggal di kosan adek gue. Ya gue ke Malang gak sendirian, berdua sama kakak gue yang juga ingin menikmati tanah Jawa. Itulah sebabnya dia gak langsung pulang setelah mengikuti acara wisuda gue. Dia nantinya akan pulang ke kampung halaman bersama gue.
Saat pertama kali tiba di kosan ini, gue merasa
bahwa gue berada di zona nyaman, karena temen-temen kosan adek gue menerima gue
dengan baik dan ramah. Namun, gue baru menyadari sebuah ketidaknyamanan itu ketika
mulai beranjak sore, saat gue baru bangun tidur. Ya, gue tiba di Malang
kira-kira pukul 05:00 pagi dan karena alasan kecapekan, gue langsung tidur dan
baru bangun ketika pukul 16:40 WIB.
Waktu gue
bangun, gue lihat anak-anak kos pada sibuk. Ada yang ngantri mandi, luluran,
dandan, bersihin upil, dan berbagai ritual terjadi sore itu. Gue abaikan saja,
bukan urusan gue untuk mengetahui urusan mereka. Gue menuju westafel dan
membasu wajah sebentar kemudian kembali ke kamar. Gue ingin mandi sebenarnya tapi
begitu lihat antriannya yang panjang gue memilih mendekam di kamar saja dulu
sembari menikmati musik yang dicoverin penyanyi cover favorith gue, Joseph
Vincent.
“Yuli, sudah
belum mandinya!!!” teriak salah satu anak kos yang gue perhatiin sudah 10 kali
dia bolak balik depan kamar mandi.
“Sebantar
lagi, 5 menit” balas orang yang bernama Yuli.
Gue jadi
kangen sama kosan gue yang di Jogja. Gue pernah seperti itu, triak-triakan
sama orang yang di kamar mandi, hanya menanyakan udah selesai mandi atau belum.
Gue
menyumbat kuping gue dengan headset untuk menghindari keributan di luar. Kosan
adek gue ini ramai setiap saat, gak kayak kosan gue di Jogja. Kosan gue di Jogja
itu termasuk kosan yang ababil. Kalo saatnya ramai, ribut banget. Kalo saatnya
sepih, hening banget.
Keasyikan
dengan penyanyi cover itu gue lupa kalau udah pukul 20:00, pantesan gue laper
banget. Kakak gue lagi telponan sama cowoknya. Maklum LDR. Adek gue gak keliatan. Mungkin dia lagi di kamar tetangga. Gue tunggu beberapa menit. 10 menit, 20 menit, belum keliatan. Amukan perut gue udah gak bisa gue kendalikan lagi, akhirnya gue memutuskan untuk sms dia aja,
“dek, lagi
di mana?”
“lagi di ruang tamu kak, kenapa?”
Gue bangun
dan nengok ke luar. Om My God! Itu ada apa di luar sana, di depan kosan yang
dinamakan ruang tamu tapi bentuknya tidak menyerupai ruang tamu. Semua duduk
berpasangan, cewek dan cowok. Penasaran, gue sms adek gue,
“dek, itu di
luar kok pada duduk pasang-pasangan, cewek-cowok, ngapain?”
“menurut
kakak, kalo cewek-cowok duduk berpasangan itu ngapain? Ya pacaranlah? Emang
kakak, dari tadi pacaran sama leptop mulu”
Gubrak! Nih
anak gak ada sopan-sopannya, sama kakak sendiri dikatain begitu.
“kamu juga
pacaran?”
“iyalah,”
balasnya.
Gue ngemil
bantal sampai mabok.
Malang, tempat yang gue anggap paling nyaman buat gue untuk menenangkan hati dari segala macam kegalauan cinta, malah menjadi tempat yang membuat gue jadi merenung, mengingat kembali semua kisah-kisah cinta gue yang selalu kandas, entah itu karena ego atau pun karena kebodohan. Selain itu, Mantan gue yang di sini juga meminta gue untuk bertemu dia, walau sebentar. Gue gak mau, tapi dia meminta bantuan adek-adek gue. Untung adek-adek gue bukan termasuk orang yang durhaka terhadap kakaknya sendiri. Mereka masih mau mendengarkan alasan gue yang gak ingin bertemu mantan.
Gue ke Malang untuk menikmati hidup, untuk merdeka, untuk menghabiskan sisa-sisa waktu gue di tanah rantauan. Gue ke sini bukan untuk merajut cinta ataupun bertemu mantan. GUE KE MALANG, BUKAN UNTUK MERATAPI NASIB GUE YANG SELALU MALANG DALAM URUSAN CINTA..!!!
0 komentar:
Posting Komentar