Beberapa bulan yang
lalu aku baru putus dengan seseorang yang berbeda keyakinan denganku.
Perbedaanlah yang membuat kami harus mengakhiri hubungan ini, dan kami telah
sepakat untuk mencari dan menjalani dunia kami masing-masing. Aku pikir,
masalah tentang perbedaan telah selesai, aku telah berhasil kabur darinya. Tapi
rupanya perbedaan itu masih terus membuntutiku dan kali ini benar-benar
menyiksaku.
Hei cinta, apakah
kau sedang bermain-main denganku? Bahkan sekarang kau membuatku jatuh hati pada
seorang yang berbeda denganku. Perbedaan, lagi.
Kenapa aku selalu
jatuh cinta pada orang yang berbeda keyakinan denganku? Kata mereka
(teman-temanku) perbedaan agama tidak masalah, itu bisa diatur. Ya, bagi mereka
mungkin itu bukanlah masalah yang perlu dipikirkan. Tapi bagiku itu adalah
masalah besar. Bagaimana kalau aku sudah sangat tergantung padanya? bagaimana
kalau cintaku ini tak bisa merelakan? Bagaimana kalau dia telah kuanggap
sebagai cinta terakhirku?
Kecemasan di atas
bisa saja terjadi karena aku telah jatuh cinta padanya. Aku sudah terlanjur
menaru hati padanya. Tapi, aku sadar, ada jurang besar yang memisahkan kami.
Jurang yang tidak bisa menyatukan dua perbedaan walaupun sama-sama jatuh ke
dalamnya, walaupun bakal sama-sama terkubur dalam lubang itu, namun tetap saja
tidak akan bisa menyatu.
“Dia sudah punya
pacar,” ditengah kecemasanku, kalimat itu yang terdengar. Kalimat yang
benar-benar membuat perutku mual. Tapi aku berusaha santai, tenang. Aku tak
merasakan apa-apa. aku berusaha melawan kekecewaan hatiku. Aku meyakinkan
diriku bahwa aku baik-baik saja. Namun, semakin aku berusaha menenangkan
hatiku, ku dapati hatiku telah hancur berkeping-keping. Hatiku tidak sedang
baik-baik saja. Hatiku telah hancur, tepat saat kalimat itu terucap.
Berharap. Ya, aku
sudah terlanjur berharap padanya. Aku bahkan sudah bermaksud membuang
kecemasan-kecemasan itu, aku sudah siap untuk menjalani kisah bersama dia yang
telah berhasil buat aku merasakan cinta pada pandangan pertama. Aku telah berusaha
mengikuti hatiku dan mengabaikan perbedaan untuk sementara. Aku telah berniat
untuk memberontak pada perbedaan. Aku siap berjalan dalam perbedaan. Namun,
kalimat itu menyadarkanku bahwa dia memang tercipta bukan untuk kumiliki. Dia
tak punya tiket untuk berlayar ke hatiku. Dia bukanlah insan yang bisa aku
jangkau. Dia cuma secercah cahaya yang melintas sesaat, tanpa harus mengenai hatiku
yang suram ini, tidak sama sekali. Dia hanya bayangan dalam asa.
Salam unyu-unyu ^.^
0 komentar:
Posting Komentar