Selasa, 10 April 2018

Riani, Gadis Penjual Kue Pisang

Rambut panjang, hitam lembut. Kulit sawo matang dengan alis tertatah rapi. Bentuk hidung pas-pasan, tidak mancung juga tidak pesek. Senyum manis, bibir indah merah delima. Riani, begitu kudengar orang-orang memanggil namanya. Nama yang indah bukan? Ya. Gadis manis yang menjajahkan kue di samping sekolahku itu namanya Riani Aditya.

Diam-diam aku mengagumi gadis itu. Walau ada beberapa komentar menggelikan yang kudengar dari teman-teman cewek di sekolah, “hih, cantik cantik kok jualan kue pisang...“ Aku tertawa dalam hati, lalu bergumam sendiri, “anak sekolah kok, bego!”

Ya. Aku menganggap bego semua orang yang menganggap rendah pekerjaan Riani. Hello? Jaman sekarang apa masih ada anak yang mau membantu orang tua untuk berjualan kue atau sejenisnya? Masih ada? Sadar atau tidak, jaman sekarang jamannya anak yang jadi majikan dan ibu-bapak jadi ‘pembantu’.

Diakui atau tidak, namun itulah realita hidup jaman now. Kasih sayang dan cinta yang besar dari orang tua seringkali dimanfaat anak untuk memeras orang tua dengan kejam. Kebutuhan mereka harus jadi yang pertama. Kecantikan dan kegantengan mereka itu yang diutamakan. Masalah moral. Masalah menghargai. Masalah kasih, cinta dan keharmonisan itu masalah nomor sekian, atau bahkan tidak termasuk dalam daftar hidup untuk dilakukan.

“Aku tamatan SMP, Kak. Aku masih bantu ibu jualan kue, untuk kumpulin modal buat lanjut ke SMA tahun depan. Aku juga pengen bersekolah di sini, Kak,” Begitu jawab Riani, saat aku memberanikan diri mengorek privasi-nya. Luar biasa, bukan? Mulia sekali perbuatan anak ini. Kalau boleh jujur, aku sangat iri dengan kebaikan hatinya, sekaligus malu pada diri sendiri, menyadari bahwa aku laki-laki yang masih suka merengek dan suka minta ini-itu pada orang tua.

Riani, aku berdoa untukmu. Untuk cita-cita muliamu, aku percaya tahun depan kita akan sama-sama mengenakan seragam yang sama. Walau mungkin nanti kamu akan jadi adik kelasku, namun pelajaran hidup yang sudah kamu jalani membuatmu selangkah lebih maju daripada aku.

Riani, mengapa setiap kali menyebut namamu, atau sekedar mengingat wajahmu, hatiku berdebar-debar? Kira-kira mengapa hatiku seperti itu, Riani?

Riani, tahun depan kalau kita sudah menggunakan seragam yang sama, aku ingin membisikan sesuatu padamu. Sesuatu itu yang mendorongku untuk terus ada didekatmu sekarang. Semoga kamu tidak merasa aneh, karena tiba-tiba ada makluk asing yang menawarkan diri membantumu jualan. Itu semua kulakukan karena dada ini sesak, Riani! Dada ini sesak, jika sehari saja tidak melihatmu. Semoga kamu memahami getaran ini, Riani.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Gembel Ceria Template by Ipietoon Cute Blog Design