Hai
kamu yang saat ini masih betah mengacuhkanku. Aku ingin jujur mengatakan bahwa
aku sudah lelah. Aku lelah dengan semua ketidakjelasan ini. Harus kuakui bahwa
kita menggengam ego yang sama. Aku mempertahankan bahwa aku tak salah, dan kamu pun demikian. Lantas siapa yang menanggung salah kalau kita
sama-sama merasa benar? Aku tak coba mengejar, kamu pun malah menghindar.
Demi Tuhan, ini tidak akan pernah menjadi baik jika kamu dan aku terus ada
dalam lingkaran tarik-ulur.
Sesuatu
sudah mengikat kita. Jadikan itu alasan untuk kita tetap mempertahankan apa
yang sudah kita mulai dari awal. Ini hanya perihal salah paham yang dibalut ego
hingga kita menjadi pasangan yang saling asing. Padahal kita sama-sama tahu,
bahwa rasa ingin memiliki itu ada pada hati kita masing-masing. Sejak awal kita sepakat untuk sama-sama, kita tidak pernah menginginkan akhir yang seperti ini. Kamu tulus
menyayangiku, begitupun aku.
Ku
akui ketidaksempurnaanku, sayang. Dalam beberapa hal aku ceroboh dan mungkin
melakukan hal-hal di luar kendali, yang membuatmu menjadi sakit hati dan merasa
bahwa aku tidak lagi mencintaimu. Tidak. Bukan seperti itu sayang. Belalah dada
ini, jika kamu ragu akan cintaku. Sejujurnya, ketulusan cinta ini seutuhnya
masih untukmu. Hanya saja, ego ini yang membuatnya tidak terlihat.
Kamu tahu sayang, dalam
malam yang sudah larut, aku berdoa memohon agar didekatkan denganmu. Tanpa henti,
berkali-kali kupanjatkan pada Dia yang telah mengijinkan masalah ini menimpa
kita. Terkadang dalam khusyuk-ku, aku menangis. Aku terisak mengingat setiap ucapan ‘selamat’ dari
mereka yang tulus menyayangi kita maupun dari mereka yang pura-pura
menyayangi kita. Mereka ikut bergembira karena kita telah berhasil melewati
satu tahap yang diidam-idamkan para pasangan yang saling memberi cinta. Lalu kita?
Kita malah asyik bermain api. Kemudian perlahan-lahan membakar diri kita sendiri.
Dengan
jujur ku akui pernah membencimu. Aku seolah-olah menyalahkanmu atas semua ini. Namun
aku sadari satu hal, bahwa rasa benci ternyata tidak menuntaskan apapun. Malah rasa
benci ini melahirkan beban baru bagiku. Percayalah, kamu masih di hatiku. Sekeras
apapun usaha untuk membencimu, yang kudapati hanya rindu yang teramat berat.
Karena
itu sayang, mari kita sudahi semua ini. Mari kita akhiri lelah yang
berkepanjangan ini. Mari kita berhenti membenci. Mari kita duduk sama-sama dan
membicarakan ini dengan kasih, dengan segenap cinta yang masih tersisah,
seperti pertama kali kita bertemu dan kamu mengucapkan kata ‘cinta’ padaku. Mari
kita lakukan itu, sayang. Dan berdamai dengan hati kita. Mari kita kalahkan ego
dan tunjukkan pada dunia bahwa cinta kita tidak main-main. Kita perlihatkan
pada semesta bahwa cinta kita lebih besar dari masalah yang kita hadapi saat
ini. Jangan biarkan waktu menertawai kegagalan kita dalam menjaga hubungan ini,
sayang. Tapi mari kita buat semesta bertepuk tangan, karena akhirnya kita
keluar sebagai pemenang.