Hah, Lagi-lagi dia!
Dari arah berlawanan kulihat dia lagi
Dia, adik kecil yang selalu menghambur saat lampu lalu lintas berganti warna
Dia, yang hanya bisa menengadah, bermuka polos dan menyorongkan tangan
Dia, yang tiap hari disuguhi pandangan sinis dari para pengendara
Dia yang hanya bisa tersenyum kecut
Karena cuma seratus perak yang ada dikantongnya
Dia masih menunggu
Berpindah jendela dari sekian kendaraan yang terhenti oleh tiang lalu lintas
Terik yang ikut menyiksa membuatnya tersenggal
Menusuk hatinya hingga ambang perih
"Hei!" aku tersentak ditengah macet
Mata minusku melotot mengikutinya
Di sana ada sebuah mobil
Di dalamnya ada pria paru baya dengan wajah tolol
Menghardiknya tanpa belas kasih
Namun dia hanya menghindar sedikit
Sedikit saja, lalu tersenyum
Akh di mana aku?
Sedari tadi hanya mematung dengan tangan terkepal
Dengan wajah yang ikut-ikutan tolol
Terpaku saja sebatas itu
Seharus aku teriak, "Dik, kemari!"
Raga tipis tinggal tulang itu
Rapu didera hujan dan terik
Wajah yang sarat rasa sakit
Meringkuk dalam lara dikesekian hari
Sendiri dalam rotasi kehidupan
Mengais mimpi yang nyaris terinjak ego
Aku, mereka dan adik kecil berkantong lusuh itu
Bukan seayah, bukan seibu
Tapi tentu saja, kita satu Negara, satu Pencipta!
Yogyakarta, 4 Desember 2014
0 komentar:
Posting Komentar