Bagaimana kita berjalan lagi ketika hampir semua jalan sudah tertutup? Memang, kita bisa membukanya tapi dengan paksaan dan siap saja semuanya akan rusak, kacau. Apa kita bisa menerima keadaan itu?
Kepada kamu yang selalu mencuri rinduku, masih ada sisa-sisa tenaga untuk menahan rasa sakit kehilangan saat keping-keping rindu masih hangat memeluk. Kamu tahu? Semua masih tentangmu. Wajahmu, rambutmu, matamu, hidungmu, bibirmu, senyummu, semua masih tergambar jelas dalam hati ini. Masih sangat jelas, setitikpun tak hilang ataupun suram.
Banyak hati terabaikan demi mempertahankan cinta yang tak direstui oleh sang cinta (mungkin). Tidak! Bukan! Sekalipun aku tak menyalahkan Dia yang memberikan rasa cinta pada kita, bukan juga aku menyesali perasaanku padamu, sama sekali tidak sayang. Aku hanya tidak mengerti, mengapa hadir cinta yang begitu besar kepada dua orang yang memang tidak ditakdirkan bersama? Siapapun tolong beri penjelasan yang sekiranya bisaku mengerti. Karena, rasanya akal sehatku tak berfungsi dengan baik ketika sadar hati dan kenyataan tak pernah sinkron.
Demi Tuhan, alam pun tahu betapa besar cintaku, betapa besar inginku miliki dirimu. Tapi kenyataannya aku harus menepis jauh-jauh perasaanku dan inginku, karena pada akhirnya yang sejati akan dikalahkan oleh keegoisan. Entah itu aku, kamu atau sang cinta yang egois, aku tak paham. Yang jelas sampai detik ini, hanya kamulah satu-satunya yang selalu (bahkan sering) mencuri rindu ini. Seperti saat ini, saat aku menulis ini, ditengah hiruk pikuk suara samping kiri dan kanan, ajaib! Kamu tetap yang menjadi fokus hati dan pikiranku.
Dengan ditemani kopi hitam. Iya, sengaja aku memilih kopi karena hanya kopi yang bisa mengerti dengan perasaanku saat ini. Menggenggam rindu yang dalam pada seseorang yang belum tentu jadi milikmu seutuhnya, itu rasanya seperti kopi ini. Pahit!
0 komentar:
Posting Komentar