Apa
lagi yang tertinggal, rindukah? Kenangan? Atau hanya sebuah nama. Nama yang kau
lukis pada sebuah sisi pohon di kebun ini, tempat kau dan aku sering habiskan
hari bersama. Pohon tua ini adalah saksi bisu cinta tulus kita.
Dulu,
aku tak pernah duduk sendiri di sini. Karena selalu ada kamu yang menemaniku.
Jika angin malam datang, kau akan dekap aku dalam pelukmu. Jika gerimis
mencurah kau bentangkan jemarimu di atas kepalaku, kau begitu peduli padaku.
Kau
pernah melukisku di sini. “Ketzu, kamu tahu alasan aku melukis?” “Apa, Miku?”
“Kamu! Kamu alasanku untuk melukis. Setiap kali melihat kamu tersenyum, aku
semakin semangat untuk melukis, aku ingin melukis kamu setiap hari, Ketzu.” Itu
percakapan terakhir kita, sebelum kau benar-benar pergi.
Aku
memandang lukisan di pohon itu, lukisan yang kau buat dua tahun yang lalu saat
kita merayakan ulang tahun kita yang ke-21. Kau dan aku lahir di
tanggal-bulan-tahun yang sama. Entah itu suatu kebetulan, namun ikatan
persahabatan yang sudah terjalin selama 17 tahun telah membuktikan bahwa kau
dan aku memang ditakdirkan untuk selalu bersama.
“Ketzu, apakah aku bisa melukismu di pohon
itu?” “Bisa Miku, aku yakin kamu bisa, karena di manapun kamu melukis, kamu selalu menghasilkan lukisan
yang indah,” “Apa yang membuatmu yakin, Ketzu?” “Karena kamu pelukis yang hebat.”
Senyum
canda kita terlukis indah di pohon itu, bahkan tidak terhapus oleh usia pohon
yang semakin tua.
Hati
kita tidak bersatu dalam ikatan cinta, melainkan cintalah yang menyatu dalam
hati kita. Tidak perlu status pacaran dalam hubungan kita, karena persahabatan
yang kita bentuk telah dilandasi dengan cinta yang tulus.
Miku,
apa kabarmu di Surga? Aku yakin sekarang kau sedang menatapku dari atas sana.
Ke sini Miku, duduk di sampingku, temani aku habiskan hari ini. Kita bercerita
lagi, kita bercanda lagi.
Aku
merasakan ada angin yang mengenai tubuhku. Aku tahu itu kamu Miku, kamu
benar-benar datang menemaniku. Bahkan setelah dunia kita beda pun aku masih
merasakan kehadiranmu.
Demi
menyelamatkan nyawaku, kau rela mati. Kau rela mengorbankan ginjalmu demi aku
padahal kau sendiri sedang menderita anemia. Kenapa kau lakukan ini padaku? Aku
masih menunggu jawabanmu. Ketika kita bertemu di Surga nanti, aku ingin kamu
memberikan jawabanya.
Miku,
berkatmu sekarang aku sudah bisa melukis. Lihat lukisan di atas itu, aku mencoba melukismu. Ya, aku tahu ini tak sebagus lukisanmu. Kamu lihat Miku, kepalanya bahkan lebar ke samping, bibirnya…
akh, sampai sekarangpun aku belum bisa melukis dengan baik. Maafkan aku Miku,
karena aku melukismu tidak sebagus kamu melukisku.
Miku,
aku ke sini untuk pamit. Aku akan ke Amerika, melanjutkan S2 di sana. Aku akan
menjadi dokter terhebat di dunia yang bisa menyembuhkan semua penyakit, seperti
janjiku padamu dulu, waktu kita masih memakai seragam putih merah. Jaga pohon
ini, jaga lukisan kita ya. Suatu saat aku akan pulang untukmu, untuk lukisan
kita..
0 komentar:
Posting Komentar