Sabtu, 15 Maret 2014

Galih dan Ehm, Ehm-nya..

Foto saya bersama Galih
17 Februari 2014…

Malam itu saya dibikin ngakak oleh curhatan seorang bocah laki-laki.
Sebelum saya menceritakan apa yang menyebabkan saya terlihat seperti orang gila malam itu, saya akan menceritakan dulu, siapa dan di mana saya mengenal tersangka. 
Galih namanya, seorang murid kelas 5 SD N 1 Kiyaran 2 yang terletak di Sembungan, Desa Wukirsari, Kabupaten Sleman. Dusun Sembungan merupakan tempat saya melaksanakan Kuliah Kerja Nyata atau lebih akrab disebut KKN oleh mahasiswa. Entah dia salah memakai parfum apa, dia digosipkan oleh teman-temannya dan juga teman-teman KKN saya kalau dia suka sama saya. Suka dalam bentuk apa gak jelas, yang penting dia suka sama saya, itu kabar yang beredar dan yang lebih para teman-teman kelasnya menyebut dia itu ‘pacar’ saya. Ya, entah saya salah makan apa selama di sana, tapi itulah yang terjadi ketika saya KKN di tempat ini.

Setelah selesai KKN pun dia rajin sms/telpon saya. Dia sering bilang ‘kangen’ bahkan dia selalu menyebutkan kata ‘sayang’ dan sedikit kata-kata alay seperti ‘cantik’, ‘manis’ dan ‘jelita’. Bagi saya itu bukan rupa-rupa gombalan seorang bocah. Ya, saya menganggap semua itu adalah perlakuan seorang adik terhadap kakak, karena dia tidak mempunyai saudara perempuan, mungkin dalam lubuk hatinya yang paling dalam dia mendambahkan kasih sayang seorang kakak perempuan dan dia merasakan itu ada dalam diri saya (ehm, maaf kalo saya sedikit memuji diri, haha). Ini merupakan bentuk pembelaan diri kalau saya bukan seorang ‘pedovil’, teman!

Oke, kita masuk ke tujuan utama saya posting cerita ini ke blog. Tujuan utamanya hanya ingin membagikan curhatan si bocah yang bernama Galih, curhatan yang bikin hati melotot dan mata merinding. Nah, pastikan penglihatan Anda baik-baik saja dan hati Anda dalam keadaan tidak rabun, karena ceritanya sedikit ekstrim. Siap? Inilah percakapan saya dengan dia lewat sebuah angkutan yang bernama ‘SMS’.


Galih : “Mba, mau dengar gak cerita ku waktu dulu sama ehm ehm ku”

Saya : “iya, boleh dek, mba mau dengar”

Galih : “Aku ceritain: saat di sekolahan, saat masih pelajaran kelas 3 dan kelas 5 dipanggil Pak Guru tapi dipilih. Aku ternyata dipilih suru keluar. Sesudah semuanya dipilih, disuru baris di lingkungan sekolah dan dibagi menjadi dua baris. Dan aku dibarisan kedua dekat Windi, ehm ehm ku. Dan setelah berjalan di Moro Lejar di Mbalangan, kan Moro Lejar itu Lestoran, kita semua diundang ke situ. Saat semua diberi makan, aku tidak tahu teman-temanku sudah tidak ada dan adanya Windi.’”

SELESAI.

Sumpah! Saya bingung mau balas apa. Ceritanya sungguh abstrak, saya diam sejenak dan mengajak otak saya untuk mengejah cerita itu, berjalan dalam setiap rangkaian huruf, sedikit terantuk karena pikiran fokus mencari pesan curhatan ini, namun saya bangkit lagi dan terus mencari ‘isi’ cerita si bocah ini. Dia sudah mengetik sebanyak itu, tidak mungkin saya membalas “maksudnya, dek?” mungkin dia akan pingsan di seberang seandainya saya nekad membalas seperti itu. Setelah beberapa menit saya berdiskusi dengan otak saya, dengan sedikit berat sayapun membalas.


Saya : “trus kamu makan sama Windi?”

Galih : “iya”

Saya : “trus habis itu kalian pacaran?”

Galih : “udah, aku mau tidur”


Gubrak, seperti menabrak tembok besi. Sakit, dan puyeng habis itu. Otak ikutan miring, curhatannya berhasil membuat saya ngakak semalaman. Saya teringat sama cerpen si Anggi adiknya Raditya Dika, tentang ‘Sekolah Hantu’ (NB: yang belum tahu ceritanya, sialahkan nonton Stand Up Comedy Raditya Dika yang di Bandung). Ceritanya sebelas-duabelas sama curhatan si Galih, bedanya kalau punya Anggi itu namanya ‘cerpen’ dan kalau punya Galih namany ‘curhat’. 

Bukan salah mereka, mungkin nalar kita yang tak mencapai puncak imajinasi mereka. Mungkin!

0 komentar:

Posting Komentar

 

Gembel Ceria Template by Ipietoon Cute Blog Design