Andi adalah seorang
anak yang mempunyai sifat pemarah. Untuk mengurangi sifat pemarahnya, sang ayah
memberikan sekantong Paku dan menyuruh Andi untuk memakukan paku itu di pagar belakang
rumah setiap kali ia merasa kesal dan marah.
Hari pertama, Andi
memakukan 48 buah paku ke pagar. Hari berikutnya 46 buah, hari berikutnya lagi
40 buah dan semakin hari jumlah itu mulai berkurang. Andi pun jadi bertambah
kesal. Nampaknya lebih mudah menahan amarahnya ketimbang harus memakukan
paku-paku itu ke pagar. Akhirnya tibalah hari dimana Andi tidak bisa
mengendalikan amarahnya. Dia menceritakan hal ini kepada ayahnya. Dengan tenang
ayahnya mengusulkan agar mencabut kembali satu per satu paku untuk setiap hari
dimana ia tidak marah.
Andi setuju dengan
usulan sang ayah, hari-hari berlalu dan Andi sudah mencabut semua paku itu
hingga tidak ada yang tersisah, setelah semuanya tercabut ia menghampiri ayahnya
dan mengatakan bahwa semua paku sudah dicabutnya. Lalu sang ayah membawa Andi
ke pagar dan berkata, “kamu telah berhasil dengan baik anakku, tapi lihatkah
kamu lubang-lubang di pagar ini? walaupun kamu telah mencabut semua paku-paku
itu, pagar ini tidak akan pernah kembali mulus seperti sebelumnya.”
Andi dengan polos
menatap lubang-lubang itu dengan penuh tanya. Apa sebenarnya maksud ayahnya
itu. Melihat raut wajah Andi yang penuh tanya, sang ayah melanjutkan
kata-katanya, “ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahanmu, kata-katamu
telah meninggalkan bekas seperti lubang itu di hati orang yang kamu marah. Kamu
telah menusuk pisau kepada orang lain, meskipun kamu telah mencabut kembali
pisau itu, bekas luka tusukan itu akan tetap selalu ada, dan luka karena
kata-kata sama buruknya dengan luka pada fisik kita…”
0 komentar:
Posting Komentar